Friday 30 December 2011

Iblis Bertamu Kepada Rasulullah


Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba-tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah:

“Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku.”

Nabi berkata: “Itu Iblis, laknat Allah bersamanya.”

Umar ingin membunuhnya.

Nabi: “Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan oleh Allah untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik.”

Ibnu Abbas RA : pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi.

Iblis: “Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin…”

Rasulullah SAW: “Salam hanya milik Allah SWT... Sebagai mahluk terlaknat, apa keperluanmu?”

Iblis: “Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa.”

“Siapa yang memaksamu?”

"Seorang malaikat dari utusan Allah telah mendatangiku dan berkata:

'Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri. Beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. Jawablah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin.'

Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.”

Orang Yang Dibenci Iblis

Rasulullah: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?”

Iblis: “Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci.”

“Siapa selanjutnya?”

“Pemuda yang bertakwa, yang memberikan dirinya hanya mengabdi kepada Allah SWT.”

“Lalu siapa lagi?”

“Orang Aliim dan wara' (Loyal)”

“Lalu siapa lagi?”

“Orang yang selalu bersuci.”

“Siapa lagi?”

“Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepda orang lain.”

“Apa tanda kesabarannya?”

“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala bagi orang-orang yang sabar.”

”Selanjutnya apa?”

"Orang kaya yang bersyukur.”

“Apa tanda kesyukurannya?”

“Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya.”

“Orang seperti apa Abu Bakar menurutmu?”

“Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.”

“Umar bin Khattab?”

“Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur.”

“Usman bin Affan?”

“Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”

“Ali bin Abi Thalib?”

“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali bin Abi Thalib selalu berdzikir terhadap Allah SWT)

Amalan Yang Dapat Menyakiti Iblis

“Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?”

“Aku merasa panas dingin dan gemetar.”

“Kenapa?”

“Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat.”

“Jika seorang umatku berpuasa?”

“Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka.”

“Jika ia berhaji?”

“Aku seperti orang gila.”

“Jika ia membaca al-Quran?”

“Aku merasa meleleh laksana timah di atas api.”

“Jika ia bersedekah?”

“Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji.”

“Mengapa bisa begitu?”

“Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. Yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya.”

“Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?”

“Suara kuda perang di jalan Allah.”

“Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?”

“Taubat dari orang yang bertaubat.”

“Apa yang dapat membakar hatimu?”

“Istighfar di waktu siang dan malam.”

“Apa yang dapat mencoreng wajahmu?”

“Sedekah yang diam-diam.”

“Apa yang dapat menusuk matamu?”

“Shalat fajar.”

“Apa yang dapat memukul kepalamu?”

“Shalat berjamaah.”

“Apa yang paling mengganggumu?”

“Majelis para ulama.”

“Bagaimana cara makanmu?”

“Dengan tangan kiri dan jariku.”

“Dimanakah kau menaungi anak–anakmu di musim panas?”

“Di bawah kuku manusia.”

Manusia Yang Menjadi Teman Iblis

Nabi: “Siapa temanmu wahai Iblis?”

“Pemakan riba.”

“Siapa sahabatmu?”

“Pezina.”

“Siapa teman tidurmu?”

“Pemabuk.”

“Siapa tamumu?”

“Pencuri.”

“Siapa utusanmu?”

“Tukang sihir.”

“Apa yang membuatmu gembira?”

“Bersumpah dengan cerai.”

“Siapa kekasihmu?”

“Orang yang meninggalkan shalat jumaat”

“Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?”

“Orang yang meninggalkan shalatnya dengan sengaja.
Read More
Thursday 29 December 2011

Berhati-hatilah Wanita II


Ali r.a. meriwayatkan sebagai berikut: “Saya bersama Fatimah berkunjung ke rumah Rasulullah & kami temui beliau sedang menangis. Kami bertanya kepada beliau, “Mengapa tuan menangis wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pada malam aku di Isra’kan ke langit, daku melihat orang sedang mengalami berbagai penyiksaan…maka bila teringatkan mereka aku menangis.
Saya bertanya lagi, “Wahai Rasulullah apakah yang tuan lihat?” Beliau bersabda:



  1. Wanita yang digantung dengan rambutnya & otak kepalanya mendidih.
  2. Wanita yang digantung dengan lidahnya serta tangannya dipaut dari punggungnya sedangkan aspal yang mendidih dari neraka dituangkan ke kerongkongnya.
  3. Wanita yang digantung dengan buah dadanya dari balik punggungnya sedangkan air getah kayu zakum dituang ke kerongkongnya.
  4. Wanita yang digantung, diikat kedua kaki & tangannya ke arah ubun-ubun kepalanya serta dibelit dibawah kekuasaan ular & kalajengking.
  5. Wanita yang memakan badannya sendiri serta dibawahnya tampak api yang menyala-nyala dengan hebatnya.
  6. Wanita yang memotong badannya sendiri dengan gunting dari neraka.
  7. Wanita yang bermuka hitam & memakan ususnya sendiri.
  8. Wanita yang tuli, buta & bisu dalam peti neraka sedang darahnya mengalir dari rongga badannya (hidung, telinga, mulut) & badannya membusuk akibat penyakit kulit dan lepra.
  9. Wanita yang berkepala seperti kepala babi & keledai yang mendapat berjuta jenis siksaan.
Maka berdirilah Fatimah seraya berkata,”Wahai ayahku, cahaya mata kesayanganku… ceritakanlah kepadaku apakah amal perbuatan wanita-wanita itu.”
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Wahai Fatimah, adapun tentang :

  1. Wanita yang digantung dengan rambutnya kerana dia tidak menjaga rambutnya (dijilbab) dikalangan lelaki.
  2. Wanita yang digantung dengan lidahnya kerana dia menyakiti hati suaminya dengan kata-kata. Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Tidak seorang wanita yang menyakiti hati suaminya melalui kata-katanya kecuali Allah akan membuatkan mulutnya kelak dihari kiamat, selebar 70 zira’ kemudian akan mengikatnya dibelakang lehernya.
  3. Adapun wanita yang digantung dengan buah dadanya kerana dia menyusui anak orang lain tanpa izin suaminya.
  4. Adapun wanita yang diikat dengan kaki & tangannya itu kerana dia keluar rumah tanpa izin suaminya, tidak mandi wajib dari haid & nifas.
  5. Adapun wanita yang memakan badannya sendiri kerana suka bersolek (menghias diri) untuk dilihat lelaki lain serta suka membicarakan keaiban orang.
  6. Adapun wanita yang memotong badannya sendiri dengan gunting dari neraka kerana dia suka menonjolkan diri (ingin terkenal) dikalangan orang yang banyak dengan maksud supaya orang melihat perhiasannya (auratnya) dan setiap orang jatuh cinta padanya kerana melihat perhiasannya. (menjaga aurat bukan hanya tentang memakai jilbab, tapi juga bagaimana cara agar lelaki tidak memandangnya secara berlebihan sehingga menimbulkan syahwat. hati-hati ya yang suka upload foto)
  7. Adapun wanita yang diikat kedua kaki & tangannya sampai ke ubun-ubunnya & dibelit oleh ular & kalajengking kerana dia mampu mengerjakan solat & puasa. Tetapi dia tidak mahu berwudhuk & tidak solat serta tidak mahu mandi wajib.
  8. Adapun wanita yang kepalanya seperti kepala babi & badannya seperti keledai kerana dia suka mengadu-domba (melaga-lagakan orang) serta berdusta.
  9. Adapun wanita yang berbentuk seperti anjing kerana dia ahli fitnah serta suka marah- marah pada suaminya. (marah termasuk didalamnya keluhan dan kesah)
 Terbukti bukan??? dengan hadis-hadis seperti ini sebenarnya kita bisa mengambil kesimpulan. surganya istri itu ada dikeridhoan suaminya. semua perlakuan seorang istri harus seijin suaminya, bahkan walaupun hanya keluar rumah dalam jangka waktu yang sangat singkat.

Masih adakah istri yang doyan membentak suami??? masih adakah istri yang kluyuran tanpa ditemani suami dan tanpa ijin??? masih adakah istri yang memaki-maki suaminya karena suatu kesalahan??? atau lebih parah lagi adakah istri yang ingin menceraikan suaminya demi laki-laki lain???? naudzubillah, kerak neraka tempatnya.

Para wanita calon penghuni syurga tau ini dan akan selalu mengingatnya, menaruhnya didalam hati dan mengucapkan kata-kata dengan penuh kehati-hatian. menyadari bahwa suami adalah Imam keluarga yang akan menuntun hidupnya kedalam kebahagiaan dunia dan akherat. sakinah, mawadah, wa rahmah adalah dua kebahagiaan yang manis dalam keluarga, mereka akan bahagia didunia dana akan dijadikan satu keluarga lagi ketika mereka masuk kedalam syurga kelak. semoga kita termasuk didalamnya :)
Read More
Monday 26 December 2011

40 Keistimewaan Wanita


Berikut merupakan keistimewaan wanita menurut Islam, menunjukkan betapa Islam begitu menghormati dan menghargai para wanita yang sholehah. Berbahagialah engkau wahai bidadari penghuni syurga......

1. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang pria yang soleh.

2. Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah S.W.T. dan orang yang takutkan Allah S.W.T. akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.

3. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah.

4. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak pria. Maka barang siapa yang menyukakan anak perempuan seolah- olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail A.S.

5. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah S.A.W.) di dalam syurga.

6. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.

7. Daripada Aisyah r.a. "Barang siapa yang diuji dengan se Suatu daripada anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.

8. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.

9. Apabila memanggil akan engkau dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.

10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.

11. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).

12. Aisyah r.a. berkata "Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, "Suaminya." "Siapa pula berhak terhadap pria?" tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. "Ibunya."

13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadan, memelihara kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dia kehendaki.


14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).

15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T. menatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.

16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T. mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah S.W.T.

17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.

18. Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.

19. Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah S.W.T. memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T.

20. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.

21. Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk dari pada 1,000 pria yang jahat.

22. Rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.

23. Wanita yang memberi minum air susu ibu (asi) kepada anaknya daripada badannya (susu badannya sendiri) akan dapat satu pahala dari pada tiap-tiap titik susu yang diberikannya.

24. Wanita yang melayani dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam keadaan letih akan mendapat pahala jihad

25. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat isterinya dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.

26. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.

27. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia hiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.

28. Wanita yang memerah susu binatang dengan "bismillah" akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.

29. Wanita yang menguli tepung gandum dengan "bismillah", Allah akan berkatkan rezekinya.

30. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di baitullah.

31. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.

32. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.

33. Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan setiap kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.

34. Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira sebagai mati syahid.

35. Jika wanita melayani suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun solat.

36. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempo(2½ thn),maka malaikat-malaikat dilangit akan khabarkan berita bahwa syurga wajib baginya. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.

37. Jika wanita memicit/mijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memicit suami bila disuruh akan mendapat pahala 7 tola perak.

38. Wanita yang meninggal dunia dengan keredhaan suaminya akan memasuki syurga.

39. Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.

40. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat, tetapi Allah akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya yaitu memakai purdah di dunia ini dengan istiqamah.
Read More

Kebahagiaan Sesungguhnya Ada Dalam Diri Kita


Kebahagiaan adalah keadaan
Kebahagiaan juga sebuah rasa
Kebahagiaan bisa juga sebutir ungkapan

Sesungguhnya ...
kebahagiaan itu kondisi jiwa seseorang …
Yang tenang ... damai ... tenteram
Yang sadar ... segala sesuatu yang menimpa dirinya adalah kehendak-Nya
Yang sadar ... yang menimpa dirinya adalah yang terbaik

Dirinya dapat menerima semuanya dengan hati ikhlas ...
Dengan hati syukur ...
Dirinya merasa tidak memiliki apa-apa ...
Sekaligus ... dirinya merasa telah memiliki semuanya ...
Dirinya sadar ... semua yang dimilikinya sekedar titipan-Nya
Untuk dikembalikan dengan jauh lebih baik

Kebahagiaan bukan sekedar akibat
Kebahagiaan juga penyebab

Kebahagiaan dapat menyebabkan kesedihan
Kesedihan dapat menyebabkan kebahagiaan
Kebahagiaan dapat menyebabkan kebahagiaan lainnya

Orang bijak bilang ...
Kebahagiaan harus dicari ... harus diraih
Karena kebahagiaan tidak datang sendiri
Orang bijak lainnya bilang ...
Kebahagiaan jangan dicari ... jangan dikejar
Karena kebahagiaan memang tidak dapat dikejar ...
Kebahagiaan akan datang sendiri ...
Kebahagiaan selalu ada dalam diri kita ...

Kebahagiaan ... seperti bayangan diri kita
Serasa tergenggam erat di jari
Serasa lari tanpa bekas
Tak dikejar ... mendekati

Bila kita menyadari kehadirannya
Sesungguhnya ...
Kebahagiaan tak pernah terpisah dari kita
Sejak lama telah hadir dalam diri kita
Read More

Sukses Itu Ada Didalam Hati Kita


Sukses itu ... jika bisa memperoleh kesempatan untuk belajar,
Sukses itu ... jika bisa memanfaatkan maksimal kesempatan belajar,
Sukses itu ... jika bisa tidak pernah bosan untuk terus belajar,
Sukses itu ... jika bisa mau belajar dari pengalaman.

Berhasil berbuat kebaikan ... itu adalah sukses,
Berhasil membuat orang lain tersenyum ... itu adalah sukses,
Berhasil menahan amarah ... itu adalah sukses,
Berhasil masuk sekolah sebelum bel berbunyi ... itu adalah sukses.

Ternyata sukses itu ... cukup dimulai dari hal yang kecil,
Ternyata sukses itu ... cukup dimulai dari hati yang ikhlas,
Ternyata sukses itu ... cukup dimulai dari rasa syukur,
Ternyata sukses itu ... ada didalam hati kita semua.
Read More
Sunday 25 December 2011

15 Petunjuk Memilih Suami


  1. Beragama Islam
    Allah berfirman dalam beberapa ayat berikut:
    "...Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman"
    (Q.S. An-Nisaa' : 141)

    "Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-oarang kafir itu; dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka..."
    (Q.S.Al-Mumtahanah : 10)

    "...Mereka tiada henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
    (Q.S. Al-Baqarah : 217)

    "...Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya..."
    (Q.S. Al-Baqarah : 221)

    Penjelasan:
    Menurut ahli Tafsir, ayat pertama dinyatakan sebagai suatu ketentuan melarang orang Islam mengangkat orang kafir menjadi pemimpinnya atau penguasanya. Termasuk dalam pengertian mengangkat orang kafir sebagai pemimpin atau penguasa adalah menjadikan laki-laki non-muslim sebagai suami bagi wanita muslim, karena suami memiliki kekuasaan terhadap istrinya.

    Ayat kedua menerangkan bahwa kaum muslimin dilarang menyerahkan wanita muslim kepada laki-laki kafir, termasuk mengawinkan wanita muslim dengan laki-laki non-muslim.

    Ayat ketiga menjelaskan bahwa orang-orang kafir baik yang beragama Yahudi, Nasrani, maupun yang lain, selalu berusaha untuk menghancurkan agama Islam dan mengembalikan orang-orang yang beragama Islam kepada kekafiran. Oleh karena itu, untuk mencegah agar wanita-wanita muslim tidak menjadi sasaran usaha pemurtadan oleh orang-orang non-muslim, kaum muslimin dilarang mengawinkan wanita-wanita muslim dengan laki-laki kafir, apapun agamanya.

    Ayat keempat melarang kaum muslimin umumnya, dan wali atau orang tua dari perempuan-perempuan muslim khususnya, untuk mengawinkan para perempuan ini dengan laki-laki musyrik atau kafir.

    Ketentuan-ketentuan di atas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada kaum perempuan muslim agar mereka tidak menjadi obyek bagi musuh-musuh islam dalam usahanya melemahkan kaum muslimin dan menghancurkan Islam dari pemerkuaan bumi ini.

    Perkawinan merupakan jalan bagi orang-orang kafir untuk memaksakan kehendaknya dengan leluasa terhadap keluarga agar mengikuti agama mereka.

    Hal ini bisa terjadi sebab suami oleh Islam ditempatkan sebagai pemimpin dan penguasa dalam rumah tangga yang harus ditaati oleh istri. Dengan kekuasaannya para suami kafir mudah sekali memurtadkan istri dari Islam dan mengajak anak-anaknya mengikuti agamanya. Dengan cara semacam ini jumlah kaum muslimin lama-kelamaan akan menjadi berkurang dan kekuatannya menjadi lemah. Hal semacam ini sudah tentu sangat membahayakan perkembangan umat Islam dan sekalipun merusak kemurnian ajaran Islam.

    Karena kekuasaan dan wewenang untuk memimpin keluarga diberikan kepada suami, Islam menegaskan adanya larangan bagi kaum muslimin untuk mengawinkan perempuan-perempuan mereka dengan laki-laki non-muslim atau kafir.

    Bilamana ada orang yang beranggapan bahwa tidak semua laki-laki non-muslim berusaha menghancurkan atau merusak islam, setidak-tidaknya merusak keislaman wanita muslim yang menjadi istrinya atau anak-anaknya kelak, anggapan semacam ini SALAH! Dikatakan demikian sebab hal tersebut bertentangan dengan penegasan Allah bahwa:

    • Orang Yahudi atau Nasrani tidak akan senang kepada orang Islam sebelum yang bersangkutan dapat dikafirkan. (Q.S. Al-Baqarah : 217)
    • Orang musyrik yang lain juga bersikap semacam hal tersebut di no.1 kepada orang Islam. (Q.S Al-Baqarah : 105)
    • Orang Islam tidak boleh berkumpul jadi satu dengan orang kafir atau musyrik. (Q.S. An-Nisaa' : 140)
    • Orang Islam tidak boleh dipimpin oleh orang kafir dalam urusan apapun, termasuk urusan keluarga. (Q.S. Ali Imran : 118)
    Wanita muslim yang kawin dengan lelaki non-muslim, apakah dia Nasrani, Hindu, budha, Kong Hu Cu, atau yang lain-lain, berarti telah melakukan yang haram. Dikatakan demikian sebab wanita muslim hanya dihalalkan bersuamikan seorang laki-laki muslim.

    Wanita muslim yang melanggar ketentuan ini berarti telah melakukan perkawinan yang tidak sah walaupun menurut hukum negara perkawinannya sah. Hubungan seksual dilakukan dinilai sebagai perbuatan zina. Oleh karena itu, anak yag dilahirkan dari perkawinan semacam ini adalah anak zina.

    Apabila ia bersikeras kawin dengan laki-laki non-muslim dengan mengabaikan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yang bersangkutan telah murtad dari agamanya karena telah mengingkari ketentuan tegas dari Allah dan Rasul-Nya.

    Wanita muslim yang kawin dengan laki-laki non-muslim akan mengalami kerugian duniawi dan ukhrawi. Di dunia ia akan mengalami kemerosotan aqidah sehingga kecintaannya kepada agama semakin lemah dan semangatnya untuk dekat dengan Allah semakin luntur. Kondisi kejiwaan semacam ini pasti akan menimbulkan kebimbangan dan keraguan dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bingung dan cemas bila menghadapi problem kehidupan yang serius. Adapun kerugian ukhrawi kelak ialah dia akan menghadapi adzab dan siksa dari Allah sejak masuk ke liang kubur sampai hari kebangkitan yang kemudian diteruskan dengan adzab neraka. Kerugian semacam ini sudah pasti merupakan penderitaan mahaberat, karena yang bersangkutan tidak dapat menyelamatkan diri dari kepungan siksa dan adzab tersebut.

    Setiap muslim atau orang tua atau walinya haruslah lebih dahulu mengecek keislaman laki-laki yang meminta dirinya atau anak atau perempuan dibawah perwaliannya sebagai istri.

    Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami itu seorang muslim atau bukan, ia dapat menanyai yang bersamgkutan. Jika kurang puas dengan jawabannya, mereka dapat menyelidiki keluarganya. Jika ternyata keluarganya non-muslim, hal ini bukan berarti dirinya juga bukan muslim, sebab boleh jadi dia sendiri muslim.

    Keyakinan yang bersangkutan dapat juga ditanyakan kepada tetangga dekatnya atau tokoh muslim di tempat tinggalnya atau teman-teman dekatnya yang sehari-hari mengetahui perilaku yang bersangkutan dalam beragama. Selain itu, dapat juga ia meneliti keterangan yang tercantum dalam KTP-nya (Id-Card) atau mengujinya tentang beberapa prinsip mengenai Islam.

    Pertanyaan-pertanyaan prinsip itu antara lain tentang rukun islam, rukun iman, syarat-syarat sholat, shalat-shalat wajib dan jumlah raka'at tiap-tiap shalat, waktu puasa, rukun puasa, hari raya dalam Islam, dan permulaan hitungan tahun Islam. Dengan cara-cara di atas kita dapat mengetahui apakah laki-laki tersebut benar-benar muslim atau bukan.

    Jika dia bukan seorang muslim, perempuan tersebut harus menolak lamarannya. Bila ternyata laki-laki tersebut mau memeluk Islam, hendaklah yang bersangkutan diuji dulu keislamannya beberapa lama sehingga dapat dibuktikan apakah dia beragama Islam secara ikhlas atukah hanya berpura-pura. Insya Allah, dengan cara ini akan dapat menghindarkan perempuan muslim dari perangkap laki-laki kafir.

    Ringkasnya, perempuan muslim tidak boleh bersuamikan laki-laki non-muslim karena hal itu sudah pasti akan merusak agamanya dan melanggar larangan Allah. Menjadi istri orang kafir berarti berada di bawah kepemimpinan orang kafir yang dilarang oleh Islam dan mengingkari hukum Allah. Hal ini berarrti telah murtad dari agamanya. ***
  2. Taat Beragama dan Baik Akhlaqnya
    Disebutkan dalam Hadits sebagai berikut:

    "Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya, hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalo engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas."
    (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)

    Penjelasan:

    Hadits di atas memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin, khususnya para orang tua atau wali, untuk benar-benar memperhatikan ketaatan beragama dan akhlaq laki-laki yang akan menjadi suami dari anak atau perempuan di bawah perwaliannya. bila ada laki-laki yang taat beragama dan baik akhlaqnya namun tidak mampu membiayai diri untuk kawin, masyarakat muslim diharuskan memberikan pertolongan kepada yang bersangkutan agar dapat menikah dengan baik.

    Jika masyarakat tidak mau membantu bahkan membiarkannya membujang karena tidak mendapatkan perempuan yang mau dijadikan istri, mereka akan mengalami kerugian sendiri. Mungkin sekali lingkungan mereka akan menjadi rusak karena banyaknya pembujangan. Orang-orang yang membujang boleh jadi terjerumus ke dalam penyelewengan seksual. Jika hal ini meluas di tengah masyarakat, sudah tentu malapetaka ini akan membahayakan kesejahteraan mereka.

    Dari penjelasan Hadits di atas kita dapat memahami adanya keharusan bagi setiap perempuan muslim untuk selalu memperhatikan dengan seksama faktor akhlaq dan ketaatan calon suaminya dalam beragama. Hal ini perlu dilakukan karena kelak laki-laki ini akan menjadi pemimpin rumah tangganya samppai saat yang dikehendaki oleh Allah.

    Seorang perempuan sering kali lebih memperhatikan kemampuan materi dari laki-laki yang akan menjadi calon suaminya dan mengabaikan sisi agama dan tanggung jawabnya dalam merealisasikan kehidupan beragama sehari hari. ia menganggap bahwa yang lebih penting dalam rumah tangga adalah kemampuan materi seorang suami sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bagi keluarganya. Ia tidak mempedulikan masalah akhlaq dan ketaatan beragama karena menganggap bahwa kesejahteraan keluarga dapat diperoleh walaupun mereka tidak taat beragama.

    Anggapan semacam ini ternyata hanya membawa malapetaka pada diri mereka sendiri. Hal ini bisa terjadi sebab suami yang beranggapan bahwa yang penting adalah pemenuhan kebutuhan harta benda tidak akan mau peduli akan pemberian pelayanan akhlaq yang menyenangkan terhadap istrinya. Dia merasa bebas dan merdeka untuk berbuat apa saja selama dapat memenuhi kebutuhan materi keluarganya. Kenyataan semacam ini dapat kita saksikan di masyarakat kota-kota besar. Secara materi, mereka berkecukupan tetapi menderita tekanan mental dan mengalami gangguan psikologis akibat perbuatan sewenang-wenang suami atau perselingkuhan suami dan lain-lainnya.

    Ada lagi orang yang beranggapan bahwa kualitas ketaatan calon suami pada agama tidaklah penting, karena hal tersebut bisa diperbaiki dan ditingkatkan secara bertahap setelah yang bersangkutan sah menjadi suami. Dalam perjalanan rumah tangga nanti istri berusaha untuk memperbaiki, membina dan meningkatkan keagamaan suami agar menjadi seorang yang shalih.

    Hal semacam ini mungkin bisa berhasil, tetapi kemungkinan gagal lebih besar. Artinya, muslimah yang beranggapan bahwa memperbaiki ketaatan beragama calon suami sesudah menjadi suaminya merupakan hal yang mudah, perlu mempertimbangkan lagi pemikirannya. Mereka perlu mengetahui bahwa merubah orang yang kurang baik menjadi baik bukan suatu pekerjaan yang mudah. Siapakah yang berani menjamin bahwa laki-laki semacam itu kelak dengan mudah menjadi laki-laki yang shalih sehingga memenuhi kriteria suami yang taat pada agama? Bukankah faktor yang bisa memicu suami yang kurang taat beragama menjadi semakin jauh dari agama umunya lebih besar, terutama sekali dalam lingkungan masyarakat yang serba materialis pada era modern ini?

    Seorang muslimah yang benar-benar lebih mengutamakan keselamatan agamanya daripada sekedar mengejar keinginan hawa nafsunya, hendaklah menjauhkan diri dari langkah mencoba-coba yang membahayakan keselamatan agama dirinya dan anak-anaknya kelak. Jangan sampai terjadi dia yang selama ini sangat taat beragama menjadi orang yang meninggalkan agama sesudah bersuami, misalnya meninggalkan sholat, melepas jilbab, melakukan pergaulan bebas dan lain-lainnya, yang merupakan perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah.

    Untuk mencegah agar perempuan muslim tidak terjerumus dalam perangkap laki-laki yang merugikan kehidupan agama dan rumah tangga mereka kelak, setiap perempuan muslim atau orang tua atau walinya perlu mengadakan penelitian seksama terhadap laki-laki yang meminta dirinya atau anak atau perempuan di bawah perwaliannya menjadi istri. Mereka bisa menempuh cara antara lain :
    • Menanyakan dan menyelidiki dengan seksama seberapa jauh laki-laki tersebut beragama dan bagaimana akhlaqnya. Segi-segi yang diselidiki antara lain :

      • ketaatannya menjalankan sholat lima waktu;
      • ketaatannya menjalankan puasa Ramadhan;
      • kepatuhan kepada orang tua;
      • kerukunannya dengan tetangga; dan
      • perilakunya terhadap yang lemah atau miskin.
    • Memperhatikan teman-teman pergaulannya apakah dia bergaul dengan orang-orang yang taat menjalankan agama atau dengan orang-orang yang suka berbuat maksiat. Jika yang bersangkutan bergaul dengan orang-orang yang taat menjalankan agama, besar kemungkinan ia orang yang taat dalam beragama dan baik akhlaqnya. Sebaliknya, jika teman-teman pergaulannya adalah orang-orang yang suka mabuk, berjudi, main perempuan, berlaku curang dan lain-lainnya, orang semacam ini jelas memiliki indikasi sebagai orang yang berakhlaq rusak.

    Mengingat seorang laki-laki yang menjadi suami harus bisa menjadi pemimpin dan contoh yang baik bagi keluarganya, perempuan muslim atau orang tua atau walinya tidak boleh menganggap remeh masalah kualitas keagamaan laki-laki yang menjadi calon suaminya atau calon suami anak atau perempuan di bawah perwaliannya.

    Para perempuan muslim harus benar-benar seksama mencermati masalah kualitas keagamaan dan akhlaq laki-laki tersebut agar kelak dirinya tidak terjerumus ke dalam kehidupan rumah tangga yang menyimpang dari ajaran Islam. Insya Allah, dengan suami yang benar-benar berpegang pada akhlaq yang baik dan menjalankan agama yang lurus, istri dan anak-anak kelak akan menikmati suasana rumah tangga yang penuh bahagia dan sejahtera, bagaikan di dalam syurga.***
  3. Menjauhi Kemaksiatan
    Allah berfirman dalam QS At-Tahiriim Ayat 6 :

    "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan."


    Disebutkan juga dalam hadits berikut :
    "Tiga golongan yang Allah haramkan masuk syurga yaitu : peminum minuman keras, orang yang durhaka terhadap ibu bapaknya, dan orang yang berbuat dayyuts yang menanamkan perbutan dosa kepada keluarganya."
    (H.R. Nasa'i)

    Penjelasan :
    Menjauhi kemaksiatan ialah menjauhi perbuatan yang diharamkan oleh agama, terutama yang tergolong dosa besar, seperti syirik, berjudi, berzina, mabuk, mencuri dan lain-lainnya.

    Ayat di atas menegaskan bahwa kepala keluarga bertanggung jawab untuk menjauhkan anggota keluarganya dari segala macam dosa. Kepala keluarga yang membiarkan keluarganya berbuat dosa, apalagi memberi contoh melakukan perbuatan-perbuatan dosa, berarti menyiapkan diri masuk ke dalam neraka. Hal semacam ini dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

    Adapun dalam Hadits di atas dengan tegas Islam melarang kepala keluarga membiarkan terjadinya perbuatan-perbuatan dosa besar dalam rumah tangganya (dayyuts). jadi seorang suami atau ayah berdosa membiarkan istri atau anak-anaknya minum minuman keras, malakukan kumpul kebo, dan melakukan dosa-dosa lain di dalam rumahnya, apalagi memberi contoh melakukan perbuatan dosa kepada anggota keluarganya. Semua perbuatan ini dilaknat oleh Allah.

    Karena para suami dinyatakan sebagai orang yang paling bertanggung jawab untuk membersihkan anggota keluarganya dari perbuatan maksiat, dengan sendirinya dia harus dapat dijadikan contoh sebagai orang yang bersih dari perbuatan maksiat. Dia harus menjadi orang yang taat menjauhi larangan-larangan agama, terutama yang tergolong dosa-dosa besar. Bila seorang suami ternyata suka melakukan perbuatan maksiat, dia tak layak untuk menjadi kepala keluarga. Dikatakan demikian sebab dia sendiri tidak dapat memelihara dirinya dari perbuatan yang menjerumuskannya ke dalam neraka, padahal seorang suami bertanggung jawab untuk menyelamatkan diri dan keluarganya dari siksa tersebut.

    Syarat seorang calon suami harus menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat adalah suatu hal yangmutlak menurut ketentuan agama. Oleh karena itu, para perempuan muslim wajib dengan seksama dan teliti menyelidiki laki-laki calon suaminya apakah ia seorang yang bersih dari perbuatan-perbuatan maksiat atau sebaliknya.

    Setiap perempuan muslim tidak boleh terpesona hanya karena keluasan pengetahuan agama calon suaminya. orang yang pengetahuan agamanya baik atau cukup belum tentu taat dalam beragama. Adakalanya mereka memanfaatkan pengetahuan agamanya untuk memutarbalikkan yang haram menjadi halal. Ini perlu diperhatikan karena dampaknya sangat luas dalam kehidupan agama diri dan anak-anaknya kelak. Mungkin saja perempuan muslim yang tadinya berjilbab, tekun menjalankan sholat, dan rajin mengkaji Al-Qur'an, berubah menjadi sebaliknya karena suaminya tidak menyukai ketaatannya kepada agama. Banyak terjadi di lingkungan masyarakat kita suami melarang istrinya berjilbab, padahal istrinya benar-benar menyadarai dosanya tidak berjilbab. Karena tekanan suaminya, akhirnya dia melepaskan jilbabnya.

    Orang-orang yang beranggapan bahwa calon pasangan yang suka berbuat maksiat mungkin sekali bisa diperbaiki kelak sehingga menjadi orang shalih, barangkali ada benarnya. Akan tetapi, berapa persenkah orang-orang yang telah menjalaninya berhasil merubah keadaan semacam itu? Bukti-bukti yang menunujukkan keberhasilan merubah pasangan suka berbuat maksiat menjadi orang shalih sangatlah kecil. Bahkan yang sering terjadi sebaliknya, orang yang semula shalih ikut terseret berbuat maksiat.

    Untuk mengetahui apakah calon suami suka berbuat maksiat atau membenci kemaksiatan dapatlah ditempuh cara-cara antara lain:
    • Menanyakan kepada dirinya atau tetangga dekatnya tentyang latar belakang kehidupannya apakah ia pernah berjudi, minum minuman keras, melakukan pergaulan sex bebas atau tidk dan bagaimana sikapnya terhadap teman yang berjudi atau minum minuman keras atau melakukan pergaulan sex bebas.
    • Mengetes pengetahuannya tentang perbuatan-perbuatan yang dipandang dosa besar dalam Islam.
    Para perempuan seharusnya benar-benar memeperoleh keyakinan bahwa calon suaminya adalah orang yang tidak suka, bahkan sangat benci kepada kemaksiatan. Ia seharusnya tidak mengabaikan hal ini hanya karena dorongan cinta dan birahi semata, yang kelak bisa berakibat fatal bagi kehidupan agama dirinya sendiri dan keluarganya. Mendaqatkan suami yang tidak peduli dengan perbuatan maksiat sama halnya dengan mendapatkan teman yang menjerumuskan diri dan keluarganya ke dalam neraka. Hal semacam ini wajib dihindari jauh sebelumnya sehingga hidupnya tidak menderita di dunia maupun di akhirat kelak.

    Jadi, perempuan muslim sebaiknya benar-benar berpegang pada prinsip yang termaktub dalam QS At-Tahriim di atas, yaitu memilih suami yang benar-benar dapat memelihara dirinya dan keluarganya dari siksa neraka. Hal ini berarti bahwa laki-laki yang menjadi suaminya harus benar-benar orang yang tidak suka berbuat maksiat dan berjuang melenyapkan kemaksiatan dari lingkungannya, terutama di keluarganya. ***
  4. Kuat Semangat Jihadnya
    Allah berfirmaan dalam surat Q.S. Ath-Thuur ayat 21 :

    "Orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."


    Penjelasan :
    Maksud jihad di sini ialah kesungguhan untuk membentengi dan membela kepentingan Islam dari rongrongan musuh-musuhnya, baik musuh yang sudah ada sekarang maupun yang akan datang.

    Ayat di atas menerangkan bahwa bila orang tua mengutamakan kehidupan agama dan memperjuangkan dengan gigih sehingga perilakunya benar-benar berdasarkan pada tuntunan agama Allah, yang bersangkutan pasti akan mendidik anak-anaknya hidup semacam itu. Orang-orang ini kelak akan Allah pertemukan menjadi satu keluarga di dalam syurga, sehingga kakek, nenek, anak, cucu dan cicitnya dapat berkumpul menjadi satu di syurga.

    Setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, wajib mempertahankan Islam dari segala serangan musuh. Bila seorang muslim berdiam diri dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang berusaha melenyapkan Islam, baik yang dilakukan secara halus maupun kasar, berarti ia tidak peduli dengan jihad dan tergolong lemah imannya.

    Tindakan peduli dengan jihad antara lain menyampaikan dakwah kepada non-muslim dengan tulisan atau lisan, mengajarkan Islam kepada kaum muslimin agar lebih menguasai agamanya, menentang rongrongan musuh terhadap Islam, baik melalui tulisan, lisan maupun fisik.

    Adapun tindakan tidak peduli dengan jihad yaitu lebih senang berteman dengan orang yang suka minum minuman keras, dengan orang yang suka main perempuan, dengan orang yang suka berjudi dan mengikuti pergaulan bebas atau melakukan dosa-dosa lainnya. Bahkan dia tidak senang melihat, apalagi bergaul dengan orang-orang yang tekun beribadah dan suka menegakkan syiar Islam.

    Seseorang yang tidak peduli dengan jihad boleh jadi tetap melakukan sholat. Akan tetapi, ia melakukannya hanya sebagai kebiasaan yang tertanam sejak kecil di lingkungan keluarganya, bukan sebagai tanggung jawabnya kepada Allah dan kesungguhannya untuk menegakkan syiar Islam.

    Seorang perempuan muslim tidak akan dapat melaksanakan kewajiban mempertahankan Islam dari segala macam bentuk serangan musuh Islam jika berumah tangga dengan suami yang tidak peduli dengan keselamatan agamanya. Semangatnya untuk menjaga syiar Islam mungkin sekali menjadi lemah karena suaminya tidak mendukung atau bahkan menentangnya.

    Seorang muslimah tidak boleh memilih suami dari laki-laki yang tidak memiliki semangat jihad karena suami semacam ini sudah pasti hanya akan merugikan kepentingan akhiratnya. Maksudnya, dengan sikap suami yang tidak peduli dengan jihad, ia akan terjerumus ke neraka karena tidak berjuang menegakkan syiar Islam dalam kehidupannya di dunia.

    Oleh karena itu, sebelum melangkahkan kakinya untuk membentuk rumah tangga ia perlu melakukan pembuktian dan pengujian terhadap calon suaminya apakah memiliki semangat jihad atau tidak. Ini perli dilakukan mengingat sangat pentingnya peranan suami dalam memelihara dan menyalakan semangat jihad, terutama di lingkungan keluarganya. Cara yang bisa dilakukan antara lain:

    • Menanyakan kepada teman-teman dekatnya apakah ia suka mengikuti kegiatan dakwah, mengurus masjid, membantu pengajian, dan lain-lain atau tidak.
    • Mengamati dan mencermati keadaan keluarganya apakah mereka suka membantu kegiatan dakwah atau tidak
    • Mengetes yang bersangkutan dengan beberapa kasus pelanggaran atau pelecehan terhadap agama, apakah yang bersangkutan merasa terpanggil untuk membela agamanya atau tidak. Ia amati bagaimana sikapnya bila mengetahui ada masjid dibakar oleh orang non-Islam, misalnya apakah dia diam atau marah
    Ringkasnya, para perempuan muslim berkewajiban memilih suami yang memiliki semangat jihad tinggi. Tujuannya agar keluarganya terbentengi dari berbagai macam kemaksiatan dan kehidupan keagamaannya benar-benar dapat berjalan dengan baik dan diridlai oleh Allah. Bilamana kepala rumah tangga memiliki semangat jihad lemah dan apriori terhadap agama, kemungkinan besar kehidupan keagamaan keluarganya pun akan menjadi lemah. Hal semacam ini akan merugikan kehidupan akhirat dirinya dan anak-anaknya. ***
  5. Dari Keluarga Yang Shalih
    Disebutkan dalam Hadits berikut :

    Dari Rifa'ah bin Rafi', sesungguhnya Nabi SAW bersabda kepada 'Umar RA : "Kumpulkan kaummu kepadaku", lalu ia kumpulkan mereka. Setelah mereka tiba di depan pintu Nabi SAW, 'Umar masuk kepada beliau, lalu ujarnya: "Kaumku sudah kukumpulkan kepada Tuan". Orang-orang Anshar mendengar kejadian ini, lalu mereka berkata: "Wahyu telah turun tentang Quraisy". Sesaat kemudian datanglah orang-orang yang mendengar dan menyaksikan apa yang diucapkan kepada mereka, lalu Nabi SAW keluar kepada mereka seraya sabdanya: "Apakah ada orang lain di tengah kalian?" Mereka menyahut: "Ada, di tengah kami ada teman-teman setia kamu, keponakan-keponakan kami, dan maula-maula (keluarga dekat) kami". Nabis SAW bersabda: "Teman-teman setia kita, keponakan-keponakan kita, dan maula-maula kita adalah bagian dari kita sendiri. Harap kalian dengarkan bahwa orang-orang yang menjadi teman-teman dekatku diantara kalian adalah orang-orang bertaqwa; jika kalian seperti mereka, kalian termasuk golongan tersebut; jika tidak, kalian harus pikirkan, sebab pada hari qiamat kelak orang lain akan datang kepadaku dengan membawa amal-amal mereka, tetapi kalian datang dengan membawa bekal lain, lalu kalian ditolak..."

    (H.R. Bukhari, Hadits Hasan)

    Penjelasan :
    Hadits di atas menyebutkan bahwa Nabi SAW tidak berani menjamin seseorang masuk syurga hanya karena ikatan keluarga dengan Nabi. Beliau menjelaskan bahwa yang bisa menjamin seseorang masuk syurga adalah amal shalih yang dilakukan karena Allah. Oleh karena itu, beliau memerintahkan kepada keluarganya untuk beramal shalih dan tidak membanggakan diri karena ikatan keluarganya dengan Rasulullah.

    Dalam Hadits tersebut Rasulullah menegaskan supaya anggota keluarganya bertaqwa kepada Allah, sebab dengan taqwa itulah mereka akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Suatu keluarga dikatakan shalih jika mereka bertaqwa kepada Allah.

    Keluarga yang shalih akan selalu berusaha melakukan segala sesuatu dengan baik sehingga membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Mereka tidak akan pernah mau sedikit merugikan hak orang lain, apalagi dengan sengaja menjerumuskan orang ke dalam kesulitan dan penderitaan. Mereka selalu takut kepada Allah sehingga berusaha menjauhkan segala macam tindakan dan sifat yang buruk, baik menguntungkan dirinya maupun merugikan. Tegasnya, keluarga yang shalih selalu menegakkan kebenaran dan menjauhi kebatilan.

    Anak-anak dari keluarga yang shalih akan selalu berusaha agar dirinya berbuat amal shalih dan dapat membantu orang lain melakukan kebajikan bagi dirinya atau masyarakat. Anak-anak semacam ini tidak pernah berniat untuk merugikan orang lain, apalagi dengan sengaja menyengsarakannya.

    Anggota keluarga yang shalih baik untuk dijadikan teman atau dijadikan suami bagi perempuan muslim. Laki-laki dari keluarga semacam ini akan dapat menuntun istri dan anak-anaknya ke jalan yang diridlai oleh Allah dan menjauhkan mereka dari segala perbuatan yang dimurkai oleh Allah. Berdampingan dengan suami semacam ini seorang muslimah akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Para perempuan muslim tentu sangat mendambakan suaminya benar-benar berasal dari keluarga yang shalih. Dengan laki-laki semacam ini ia akan terpelihara dari segala macam perbuatan yang dimurkai oleh Allah karena suami memimpinnya ke jalan yang diridlai oleh-Nya.

    Untuk mendapatkan suami semacam ini perlulah dirinya mengadakan penelitian dan pengamatan terhadap yang bersangkutan. Ia bisa melakukan cara-cara antara lain:

    • Mengecek keluarga yang bersangkutan bagaimana shalatnya, puasanya, usaha mendapatkan rizkinya, kewajiban membayar zakatnya, dan lain-lain
    • Mengecek lingkungan tempat tinggalnya apakah tetangganya orang-orang yang shalih ataukah orang-orang yang suka berbuat maksiat dan di kampungnya terdapat masjid atau tidak.
    • Mengecek lingkungan kerjanya apakah ia bekerja di tempat yang melakukan usaha secara halal atau haram dan apakah teman-teman kerjanya suka melakukan perbuatan maksiat atau taat kepada agama.
    Dengan melakukan pengecekan dan penelitian seperti di atas seorang muslimah dapat mengetahui asal-usul calon suaminya. Jika terbukti bahwa yang bersangkutan berasal dari keluarga dan lingkungan yang shalih, dapat diharapkan kelak ia akan menjadi suami yang dapat memimpin istrinya menempuh kehidupan keluarga yang diridlai oleh Allah. Sebaliknya, jika calon suaminya berasal dari keluarga dan lingkungan yang kurang baik, besar kemungkinan sulit terbina rumah tangga yang diwarnai oleh suasana sakinah, kasih sayang dan beriklim akhlaq yang diridlai oleh Allah.

    Ringkasnya, unruk menjauhkan diri dari bencana yang tidak diinginkan dalam kehidupan rumah tangga, setiap perempuan muslim seharusnya memilih calon suami yang berasal dari keluarga yang melaksanakan perintah agama dengan baik. Dengan memperoleh suami yang sejak kecilnya hidup di lingkungan keluarga yang shalih, insya Allah sangat besar kemungkinan dirinya kelak dapat menikmati suasana kehidupan rumah tangga yang diridlai oleh Allah.***
  6. Taat Kepada Orang Tuanya
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    Dari Mu'awiyah bin Jahimah, sesungguhnya Jahimah berkata: "Saya datang kepada Nabi SAW, untuk minta izin kepada beliau guna pergi berjihad, namun Nabi SAW bertanya: "Apakah kamu masih punya ibu bapak (yang tidak bisa mengurus dirinya)?". Saya menjawab: "Masih". Beliau bersabda: "Uruslah mereka, karena syurga ada di bawah telapak kaki mereka"."
    (H.R. Thabarani, Hadits hasan)

    Disebutkan pula dalam Hadits berikut:

    Dari Ibnu 'Umar RA ujarnya: "Rasulullah SAW bersabda: "Berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya kelak anak-anak kalian berbakti kepada kalian; dan peliharalah kehormatan (istri-istri orang), niscaya kehormatan istri-istri kalian terpelihara".
    (H.R. Thabarani, Hadits hasan)

    Penjelasan :

    Anak yang taat kepada orangtua yaitu anak yang mematuhi perintah orang tua dan tidak melanggar larangannya selama hal yang diperintahkan atau yang dilarangnya sesuaidengan syari'at Islam. Anak semacam ini mendapat jaminan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

    Hadits pertama menjelaskan bahwa mengurus kepentingan orang tua yang telah lanjut usia atau sedang sakit lebih utama daripada pergi berperang melawan musuh-musuh agama.

    Ketaatan anak kepada orang tua dalam rangka menjalankan perintah agama menjadikan mereka ridla. Keridlaan ibu dan bapak kepada anaknya dapat mengantarkan anaknya masuk syurga kelak di akhirat. Hal ini membuktikan bahwa ketaatan anak kepada orang tua atau ibu bapak merupakan kunci pokok bagi keselamatan anak dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat. Anak yang taat kepada orang tua dapat diharapkan akan bisa memimpin keluarganya ke jalan yang diridlai oleh Allah.

    Hadits kedua menerangkan bahwa seorang anak yang berbakti kepada ibu bapaknya kelak menjadi orang tua yang ditaati oleh anak-anaknya karena dia telah memberi teladan kepada anak-anaknya secara konkret dalam berbakti kepada orang tua. Keteladanannya sangat berpengaruh pada anak anaknya. Sekalipun anak-anaknya tidak menyaksikan secara angsung ayah dan ibunya taat kepada orang tuanya, perilaku dan tutur katanya yang baik selalu menjadi kepribadian mereka. Hal semacam ini menjadi bekal diri mereka dalam membina rumah tangga.

    Anak dapat merasakan pancaran batindari orang tua yang taat kepada orang tuanya sehingga hal tersebut secara psikologis dirasakan oleh anak-anaknya, kemudian mendorong mereka untuk taat kepada orang tuanya juga. Rahasia psikologis semacam ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits di atas sebagai bukti bahwa pengaruhperbuatan shalih seorang anak terhadap orang tuanya akan dapat berpancar pula pada anaknya kelak.

    Karena pentingnya seorang muslimah mendapatkan suami yang mengerti tanggung jawab dan taat kepada orang tuanya, hendaklah perempuan perempuan muslim memperhatikan hal ini. Para perempuan muslim tidak seharusnya hanya melihat keadaan fisik dan penampilan lahir seorang laki-laki tanpa mempedulikan sikap dan perilakunya apakah ia orang yang taat kepada orang tuany ataukah durhaka kepada mereka.

    Bila ternyata calon suaminya orang yang durhaka kepada orang tuanya, tidak mustahil ia akan berlaku durhaka pula kepada istrinya. Hal ini bisa terjadi sebab hika terhadap orang tuanya sendiri saja sudah durhaka, sudah tentu ia menganggap satu hal yang remeh bila memperlakukan istrinya secara tidak baik. Hati nurani seorang semacam ini sudah tidak baik sehingga kemampuan untuk menimbang baik buruk suatu perbuatan pun menjadi lemah. Ia hanya mengejar egonya sendiri sekalipun bertentangan dengan aturan agama atau bertentangan dengan kepentingan orang lain.

    Bila ternyata sikap dan perilakunya sehari-haari sering menyakitkan hati orang tua atau menyusahkan atau melawan perintah dan larangannya, dapat diduga bahwa lelaki semacam itu mengalami gangguan mental. Mungkin sekali yang bersangkutan berada dalam suasana kejiwaan yang memerlukan perawatan kesehatan mental. Menghadapi orang semacam ini tentu tidak mudah sebab kepribadiannya biasanya mudah goyah dan cenderung tidak bertanggung jawab.

    Setiap perempuan sudah tentu tidak akan menyukai laki-laki yang menjadi suaminya memiliki mental labil dan tidak mengerti tanggung jawab secara benar. Sebaliknya, ia mengharapkan laki-laki yang mentalnya sehat dan memiliki tanggung jawab tinggi dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama melaksanakan tanggung jawab terhadap keluarga.

    Untuk mengetahui apakah calon suami termasuk orang yang taat kepada orang tua atau suka menentang dan menyalahi kehendak baiknya, seorang muslimah dapat menyelidiki dengan menanyakan hal tersebut kepada anggota keluarga atau kerabat dekat atau tetangga dekatnya.

    Mengingat sangat pentingnya perilaku baik seorang suami dan kecintaannya kepada anggota keluarga, hendaklah para perempuan muslim lebih dahulu meneliti sikap calon suaminya terhadap orang tuanya. Bila ia termasuk laki-laki yang taat dan berbakti kepada ibu bapaknya, laki laki semacam ini baik untuk dujadikan suami. Insya Allah , kelak rumah tangganya akan berbahagia.***
  7. Mandiri dalam Ekonomi
    Rasulullah SAW bersabda :

    "Hai golongan pemuda, barangsiapa di antara kamu ada yang mampu (untuk membelanjai) kawin, hendaklah ia kawin, karena kawin itu akan lebih menjaga pandangan dan akan lebih memelihara kemaluan, dan barangsiapa belum mampu kawin, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat pengebiri"
    (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

    Penjelasan :

    Dalam Hadits di atas Rasulullah SAW berseru kepada para pemuda yang telah mampu mencari nafkah sendiri sehingga sanggup memikul beban belanja perkawinan dan berumah tangga, agar segera kawin.

    Kita semua menyadari bahwa hidup berumah tangga mengharuskan adanya pembiayaan. Siapakah yang wajib memikul tanggung jawab ini? Islam menetapkan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah suami. Oleh karena itu, mereka yang dibenarkan untuk segera kawin atau berumah tangga adalah yang mandiri membiayai keperluan hidup dirinya dan keluarganya.

    Kebutuhan yang cukup mencakup keperluan makan dan minum sehari-hari, tempat tinggal dan pakaian. Mungkin sekali seami hanya bisa menyediakan tempat tinggal sewaan. Akan tetapi, selama ia bisa membayar sewanya, dia dianggap bisa memenuhi kebutuhan tempat tinggal istrinya. Sebaliknya, bilamana ternyata penghasilan riil suami tidak cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari yang minimal sekalipun, padahal dia sudah berusaha keras, dia dikategorikan tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara cukup.

    Prinsip suami bertanggung jawab membiayai keperluan berumah tangga merupakan suatu ketentuan yang mengharuskan setiap suami atau laki-laki yang hendak beristri mempunyai penghasilan sendiri. Ia tidak boleh mengharapkan pemberian orang lain atau subsidi keluarga guna menopang keperluan hidupnya. Jadi, kemampuan untuk mendapatkan nafkah sendiri menjadi tolok ukur layak tidaknya seorang laki-laki menjadi suami.

    Islam menetapkan bahwa setiap orang wajib memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja sendiri dan melarang meminta-minta, sekalipun pada keluarganya. Menadahkan tangan kepada orang lain adalah perbuatan tercela, apalagi bila dilakukan setiap hari, sudah tentu lebih tercela, baik menurut ajaran agama maupun menurut pandangan masyarakat.

    Sekalipun Islam menganjurkan agar anggota masyarakat yang mampu memberikan bantuan kepada mereka yang miskin supaya dapat berumah tangga atau memberikan bantuan kepada mereka yang telah berumah tangga tetapi mengalami kekurangan, hal ini tidak boleh dijadikan sandaran utama untuk mendapat bantuan. Demikianlah, sebab orang-orang yang kekurangan tidak hanya satu dua orang, tetapi banyak. Walaupun masyarakat yang kaya atau mampu mau memberi bantuan, tentu akan banyak pula yang tidak memperolah bagian jika jumlah orang yang membutuhkannya jauh lebih banyak.

    Oleh karena itu, seorang perempuan muslim yang hendak membina rumah tangga harus benar-benar memperhatikan calon suaminya apakah telah mendiri dalam membelanjai kebutuhan hidupnya ataukah masih bergantung pada orang lain. Sekiranya yang bersangkutan sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan tetapi tidak cukup untuk kebutuhan dirinya sendiri, laki-laki semacam itu dianggap orang yang belum mampu membelanjai kebutuhannya. Dia masih butuh bantuan orang lain.

    Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami benar-benar orang yang mampu mandiri dalam memenuhi nafkah keluarga, dapatlah ditempuh upaya penelitian dan pembuktian dengan menanyakan secara langsung atau menanyakan kepada keluarganya dan teman-teman dekatnya atau para tetangganya apakah dia benar-benar sudah bekerja atau belum. Bilamana ia telah bekerja, perlu juga ditanyakan apakah penghasilannya layak untuk bersuami istri atau belum.

    Bilamana ternyata yang bersangkutan belum mampu untuk membelanjai dirinya sendiri dari hasil usahanya, apalagi belum bekerja, sebaiknya perempuan yang hendak menjadi calon istrinya mempertimbagkan pemilihannya dengan baik. Ini perlu diperhatikan sebab bila kelak ternyata suaminya tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga, sudah tentu hal semacam ini dapat menimbulkan malapetaka keluarga.

    Para perempuan yang hendak berumah tangga, boleh saja menerima laki-laki yang masih menganggur atau berpenghasilan tidak cukup untuk hidup berumah tangga. Menurut syari'at Islam, perkawinannya tetap sah. Akan tetapi, perbuatan semacam ini jelas bertentangan dengan seruan Rasulullah SAW di atas. Maksudnya, dari sisi tanggung jawab membina rumah tangga pemilihan suami pengangguran merupakan suatu tindakan yang tercela walaupun tidak haram.

    Muslimah yang telah rela bersuamikan laki-laki yang belum mandiiri dalam ekonomi bilamana mengalami penderitaan dan kegagalan membangun rumah tangga yang penuh ketentraman, kasih sayang dan kesejahteraan, hendaklah tidak menyalahkan orang lain. Dia harus menanggung resiko sendiri sebab langkah awal yang dia ambil sudah melanggar anjuran rasulullah, yaitu tidak memilih suami yang benar-benar memiliki kemampuan materi untuk memikul beban rumah tangga.

    Ada kalaya seorang muslimah rela tidak dibelanjai oleh suaminya, bahkan bersedia membantu kehidupan suami. Hal semacam ini adalah amal baik istri kepada suami. Oleh karena itu, selama seorang muslimah rela bersuamikan seorang laki-laki miskin sedang dia bermaksud memelihara agama dan kehormatan suaminya, langkahnya dinilai sebagai suatu amal shalih yang sangat terpuji.

    Ringkasnya, perempuan muslim atau orang tua atau walinya hendaklah benar-benar memperhatikan kemandirian atau kemampuan materiil calon suaminya atau calon menantu atau calon suami perempuan di bawah perwaliannya. Kemampuan tersebut haruslah dapat dibuktikan secara konkret sebelum menempuh perkawinan. Hal ini dimaksudkan agar begitu mereka memasuki dunia rumah tangga, kebutuhan hidup sehari-harinya dapat tercukupi walaupun minimal. Dengan cara semacam ini, insya Allah akan terjaga kehormatan diri mereka dan terjauh pula mereka dari perbuatan meminta-minta bantuan kepada orang lain.
  8. Kualitas Dirinya Setaraf atau Lebih Baik
    Disebutkan dalm Hadits berikut :

    "Manusia itu ibarat barang tambang, ada yang emas dan ada yang perak. Mereka yang terbaik pada zaman Jahiliyah, tetap terbaik pula pada zaman Islam, asalkan mereka memahami agama."
    (H.R. Bukhari)

    Penjelasan :
    Hadits di atas menerangkan bahwa kualitas manusia berbeda-beda sebagaimana kualitas barang tambang; ada emas, perak, perunggu dan lainnya. Kualitas orang dinilai baik bilamana ia mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang baik, terutama sekali pendidikan dan pembinaan agama sebagaimana yang diajarkan oleh Islam.

    Kualitas yang dituntut oleh Islam bukanlah kualitas materiil, melainkan kualitas keagamaan mencakup pengetahuan, intelektual, mental, emosi, ketaatan serta kesungguhan dan keteguhan berpegang pada ajaran Allah dan Rasul-Nya.

    Pengetahuan agama yaitu pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam. Intelektual yaitu kemampuan untuk menggunakan akal secara jernih untuk memecahkan kesulitan. Mental yaitu pikiran dan sikap yang baik sehingga tahu bagaimana seseorang harus berlaku baik kepada orang lain sesuai tuntunan Islam dan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Emosi yaitu kemampuan untuk bersikap tenang dan mengendalikan perasaan sehingga tidak dikuasai oleh perasaan permusuhan, kebencian, atau marah dalam menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketaatan yaitu kesungguhan secara ikhlas mengikuti aturan-aturan agama dan aturan lain yang tidak menyalahi agama. Kesungguhan dan keteguhan adalah kemantapan berpegang pada aturan agama walaupun menghadapi berbagai macam rintangan.

    Seseorang harus memiliki keenam hal tersebut agar tidak mudah terjerumus ke dalam kesalahan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.

    Untuk mengetahui kualitas diri dan pribadi calon suami dapat ditempuh upaya-upaya antara lain:
    • Mengetes yang bersangkutan tentang hal-hal berikut:
      • Pengetahuan agamanya
      • Inteletualnya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila dia tidak mempunyai uang untuk pulang, sedangkan dia mendapat kabar orang tua di kampung sakit keras.
      • Mentalnya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila dia diamanahi uang untuk disampaikan kepada orang lain, sedangkan pada saat yang sama dia memerlukan uang untuk berobat.
      • Emosinya, misalnya dengan menanggapi apa yang dia lakukan bila terlambat mendapat bagian makanan.
      • Ketaatannya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya jika dia dilarang masuk ke suatu ruangan, sedangkan di tempat itu dompetnya tertinggal.
      • Kesungguhan dan keteguhan, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila disuruh menjaga pintu keluar masuk karyawan, apakah orang yang terlambat dilarang dengan tegas supaya tidak masuk walaupun ia saud aranya sendiri atau calon istri.
    • Mengetahui tingkat pendidikan yang bersangkutan karena hal ini berpengaruh pada intelektualitasnya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, akan semakin tinggi pula intelektualnya. Dengan tingkat intelektual yang tinggi, seseorang akan mampu memecahkan permasalahan secara rasional dan baik. Hal ini amat diperlukan oleh seseorang yang menjadi pimpinan dan penanggung jawab rumah tangga.
    Dengan mengetahui kualitas calon suami, perempuan yang akan menjadi istrinya akan dapat mengukur apakah yang bersangkutan setaraf dengan dirinya atau tidak. Pasangan suami istri yang memiliki kualitas pribadi yang setaraf akan bisa menciptakan pergaulan yang baik sehingga tidak akan terjadi kesenjangan pikiran. Adanya perbedaan kualitas diri suami dan istri akan menimbulkan kesulitan dalam mengadakan komunikasi yang baik dan kesulitan untuk saling memahami keinginan yang masing-masing.

    Walaupun menurut agama tidak ada larangan menjalin perkawinan dengan pasangan yang miliki perbedaan kualitas diri dalam praktek pergaulan sehari-hari hal ini dapat menumbulkan dampak negatif. Hal semacam ini tentu tidak dikehendaki oleh siapapun.

    Para perempuan memang sangat mendambakan calon suaminya memiliki kelebihan daripada dirinya supaya perjalanan hidup rumah tangganya dipenuhi suasana bahagia dan penuh kesejahteraan. Islam pun menegaskan bahwa salah satu dari fungsi perkawinan adalah terciptanya suasana akrab sakinah, mawaddah dan rahmah. Semua ini hanya bisa dicapai bila laki-laki yang menjadi suaminya benar-benar berkualitas dan berpribadi baik.

    Jadi, para perempuan benar-benar harus memperhatikan kualitas calon suaminya apakah lebih baik, setaraf ataukah lebih rendah daripada dirinya.

    Bila laki-laki yang dimaksud setaraf atau lebih baik, orang semacam ini sangat baik menjadi suami. Akan tetapi, jika lebih rendah, hendaklah mereka mempertimbangkan penerimaanya sebagai suami. Hal ini perlu dilakukan sebab dengan kualitas suami yang lebih rendah besar kemungkinan akan timbul banyak permasalahan dalam membina rumah tangga kelak. Berumah tangga dengan suami semacam itu tentu akan lebih sulit menciptakan suasana harmonis, bahagia dan penuh kasih sayang. Bukankah tujuan berumah tangga adalah meraih kehidupan yang lebih bahagia, penuh ketenangan dan kasih sayang.***
  9. Dapat Memimpin
    Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 34 :

    "Laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka..."


    Penjelasan :
    Ayat di atas menerangkan bahwa laki-laki diberi kodrat memimpin oleh Allah. Kodrat yang Allah berikan ini merupakan kelebihan laki-laki dari perempuan. Oleh karena itu, sudah menjadi ketetapan Allah bahwa orang yang bertanggung jawab memimpin di dalam rumah tangga adalah suami. Selain itu, para suami diwajibkan memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Adanya kodrat dan kewajiban semacam ini berarti menuntut adanya kemampuan pihak laki-laki untuk memimpin istri dan anggota keluarganya dalam kehidupan sehari-hari.

    Fungsi suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga adalah meluruskan kesalahan istri, meninggatkan ketaqwaan istri, memperluas pengetahuan dan pemahaman istri mengenai tanggung jawabnya terhadap suami dan keluarga, menolong istri memecahkan kesulitan yang dihadapi dan mendorong istri untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan mentalnya dalam menghadapi kehidupan sehari-hari terutama dalam mendidik anak-anak.

    Kebutuhan seorang istri terhadap kepemimpinan suami merupakan hal yang fitrah. Setiap istri mendambakan suaminya menjadi tempat menanyakan pemecahan segala masalah yang dihadapi keluarga. Oleh karena itu, suami dituntut untuk menunjukkan sikap kepemimpinan yang bijak.

    Seorang suami yang tidak dapat memimpin rumah tangganya tentu akan menjadi beban bagi istrinya. Ketika istrinya menghadapi kesulitan, dia tidak akan mampu memecahkan masalahnya atau tidak akan mampu memberi bimbingan pemecahan masalah, padahal hal semacam ini jelas memberatkan pikiran dan hati istri. Suami selalu berlepas tangan bilamana keluarganya menghadapi kesulitan memecahkan masalah-masalah keluarga, baik secara materill maupun mental. Bahkan terkadang suami tidak mau diajak oleh istrinya untuk memusyawarahkan kesulitan-kesulitan keluarga dan hanya peduli dengan kepentingannya sendiri. Keadaan semacam ini akan menjadi kemelut bagi keluarga. Yang merasa kebingungan bukan hanya istri, melainkan juga anak-anak. Mereka akan mengalami kekacauan dan kegelisahan melihat orang tuanya tidak mampu mengatasi kesulitan keluarga.

    Para istri sangat bangga bila mempunyai suami yang mampu menyelesaikan setiap kesulitan keluarga, memberikan bimbingan dan pengertian bagaimana menempuh kehidupan dengan baik, dan membekali keluarga dengan pengetahuan dan pendidikan agama. Semua ini merupakan tuntutan yang layak dari seorang istri terhadap suami, terutama sekali pada saat keluarga mempunyai anak yang memerlukan pendidikan dan pengasuhan tersendiri dari ayah dan ibunya. Dalam keadaan semacam ini kepemimpinan seseorang suami atau ayah benar-benar dibutuhkan oleh keluarga.

    Perempuan juga menginginkan agar kelak suaminya bisa memimpin dan menjadi imam dalam sholat berjama'ah bilamana mereka berada di rumah dan telah tiba waktu sholat. Hal semacam ini akan menambah kebanggaan istri terhadap suami.

    Para perempuan muslim yang akan memasuki gerbang rumah tangga wajib memperhatikan kemampuan calon suaminya dalam hal kepemimpinannya, terutama sekali kepemimpinan di bidang akhlaq dan pengetahuan agama. Mereka hendaklah meneliti dengan seksama masalah ini pada calon suaminya agar kelak dapat membangun rumah tangga yang diridhlai Allah.

    Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami memiliki kemampuan memimpin atau tidak, dapat dilakukan penelitian dengan cara sebagai berikut :
    • Mengajukan tes psikologis yang dapat mengukur tingkat kemampuan kepemimpinan yang bersangkutan.
    • Menyelidiki tingkah laku dan kepribadian yang bersangkutan dalam pergaulan dengan teman-temannya.
    • Menyelidiki kepribadian yang bersangkutan di tengah keluarganya apakah ia orang yang memiliki kemampuan memimpin atau tidak.
    • Memperhatikan penyelesaian tugas-tugas yang diembankan kepadanya apakah dapat diselesaikan dengan baik atau tidak.
    Para perempuan muslim hendaknya memilih calon suami yang benar-benar memiliki kemampuan memimpin. Tujuannya agar kelak dapat menempuh kehidupan rumah tangga yang sakinah, bahagia sejahtera, dan mendapat keridlaan Allah SWT.***
  10. Bertanggung jawab
    Allah berfirman dalam Q.S. Al-Qashash ayat 26:

    "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.'"


    Penjelasan :

    Tanggung jawab yaitu sikap berani memikul akibat bila sesuatu yang dibebankan kepadanya tidak sesuai dengan ketentuan atau berani diperkarakan bilamana melakukan kesalahan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Seorang suami mempunyai beban dan kewajiban terhadap istrinya. Beban dan kewajiban tersebut harus dilaksanakan dengan baik, dan akan menerima sanksi bila tidak dilaksanakan dengan baik.

    Ayat di atas adalah kisah antara putri Nabi Syu'aib AS dengan Musa AS. Putri Nabi Syu'aib AS mengajukan permintaan kepada ayahandanya agar mengambil orang bertanggung jawab dalam membantu usahanya. Ia mengusulkan hal semacam itu karena mempunyai kepentingan terhadap laki-laki yang akan diambil oleh ayahandanya sebagai pembantu bahwa yang bersangkutan kelak akn menjadi suaminya. Pandangan putri Nabi Syu'aib AS ini dikisahkan dalam Al-Qur'an untuk menjadi cermin bagi kaum wanita muslim dalam memilih calon suami.

    Penuturan yang sangat halus pada ayat ini memberikan gambaran kepada kita adanya fitrah yang tertanam pada wanita yang berpikiran dan bermental sehat bahwa mereka menghendaki suaminya benar-benar memiliki sifat tanggung jawab.

    Tanggung jawab ini meliputi bidang agama, psikis dan fisik yang diantaranya adalah:
    • Dalam bidang agama dan psikis yaitu memberikan bimbingan keagamaan dan pengarahan kepada istri dan anak-anaknya dalam menempuh kehidupan keluarga yang diridlai oleh Allah.
    • Dalam bidang fisik yaitu memenuhi kebutuhan belanja mereka sehari-hari.
      Tanggung jawab semacam ini merupakan beban yang dipikulkan pada semua suami sejak adanya syari'at berkeluarga sampai hari kemudian kelak. Tanggung jawab ini tidak akan pernah berubah karena sudah merupakan ketentuan Allah yang berlaku secara universal.
    • Menyelidiki dan mengamati dengan seksama perilaku yang bersangkutandalam memikul tugas yang dibebankan kepadanya.
    • Menanyakan kepada teman-teman dekatnya bagaimana dua menjalankan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya, apakah ia lakukan dengan panuh tanggung jawab.
    • Meneliti kondisi lingkungan dan keluarganya apakah ia termasuk orang yang suka melakukan tugas-tugas dengan penuh tanggung jawab atau tidak.
    • Menguji yang bersangkutan dengan suatu tugas atau persoalan sehingga dapat diketahui seberapa besar tanggung jawabnya menyelesaikan persoalan tersebut
    • Bagaimana sikapnya apabila dititipi barang untuk disampaikan kepada orang lain, apakah ia melaksanakannya dengan baik atau tidak.
    • Bagaimana sikapnya apabila disuruh orang tua untuk berbelanja, apakah uangnya dibelanjakan dengan benar atau tidak.
    • Bagaimana sikapnya apabila dititipi uang simpanan bersama, apakah dipergunakan untuk kepentingan pribadi atau tidak.
    • Bagaimana sikapnya apabila disuruh membagikan uang bantuan kepada fakir miskin, apakah dikurangi atau disampaikan sepenuhnya
  11. Bersifat Adil
    Disebutkan dalam Hadits berikut :

    Dari Nu'man bin Basyir ra, bahwa ayahnya membawanya kepada Rasulullah saw, lalu ia bercerita kepada beliau: "Aku berikan kepada anakku ini salah seorang budakku untuk dijadikan pelayannya." Rasulullah saw bertanya: "Apakah semua anakmu engkau beri semacam ini?" Jawabnya: "Tidak." Rasulullah saw bersabda: "Kalau begitu batalkanlah." Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah saw bertanya: "Apakah terhadap semua anakmu kamu berlaku seperti ini?" Jawabnya: "Tidak." Beliau bersabda: "Takutlah pada Allah; dan berlaku adillah kepada anak-anakmu!" Ayahku lalu membatalkannya dan dia menarik kembali sedekahnya....
    (H.R. Bukhari dan Muslim)

    Penjelasan :

    Kata adil berasal dari bahasa Arab yang artinya tidak melanggar hak, menempatkan sesuatu pada tempatnya, lurus dan benar. Adil mencakup tindakan dan sifat. Tindakan adil yaitu tindakan tanpa merugikan orang lain, sedangkan sifat adil adalah lurus dalam berbuat dan berfikir serta pandai mempergunakan sesuatu sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.

    Dalam hadits di atas disebutkan adanya kasus orang tua yang ingin memberikan hadiah kepada salah seorang anaknya tanpa memberikan hadiah yang sama atau senilai kepada anak-anak lainnya. Perbuatan yang dilakukan Basyir di atas dilarang oleh Rasulullah saw sebab hal itu sama dengan memperlakukan anak-anaknya secara tidak adil dalam memberikan hadiah. Dengan tindakan semacam itu hak anak-anak lainnya menjadi dirugikan.

    Pentingnya kita mempunyai pasangan yang memiliki sifat adil ialah untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Orang yang bersifat adil tidak akan mengurangi hak orang lain dan tidak suka berbuat dzalim kepada orang lain. Suami dan istri yang selalu menjaga hak masing-masing akan dapat terhindar dari rasa saling membenci dan mendendam.

    Seorang suami perlu berlaku adil dalam memimpin keluarganya atau menghidupi istrinya. Dalam memberi belanja, misalnya, ia harus dapat memenuhi kebutuhan istrinya tanpa merugikan kepentingannya dalam memperolah hak makan, pakaian dan tempat tinggal. Adakalanya seorang suami berpenghasilan cukup dan karena itu ia berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan istrinya sesuai tingkat penghasilannya. Akan tetapi, sering kali kita dapati suami yang tidak mau mencukupi kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal istrinya sesuai dengan tingkat kemampuan dan penghasilan suami. Ia berlaku dzalim kepada istrinya dalam memberi belanja.

    Supaya kelak dalam membina rumah tangga tidak mengalami perlakukan dzalim dari suaminya, para perempuan muslim haruslah benar-benar mengetahui bahwa laki-laki yang hendak menjadi suaminya adalah orang yang adil. Untuk itu, perlu diadakan penyelidikan dan pengujian terhadap yang bersangkutan. Cara yang dapat ditempuh antara lain:

    • Menanyakan kepada teman-teman atau tetangga dekatnya dalam pergaulan dengan mereka ia selalu bertindak adil ataukah terkadang adil, terkadang curang, atau lebih banyak curang daripada adil atau lebih mementingkan dirinya sendiri dan suka merugikan orang lain.
    • Mengetes yang bersangkutan dengan beberapa tindakan, misalnya menyuruh membagikan sumbangan makanan di kampungnya apakah ia mengutamakan teman dekatnya dan mengabaikan orang lain atau memperlakukan sama.
    • Menyelidiki kebiasaan dan perilakaunya dengan sesama saudara dalam keluarganya apakah ia orang yang adil ataukah orang yang suka merugikan kepentingan saudaranya.

    Penyelidikan dan pengujian seperti di atas sangat perlu dilakukan oleh seorang perempuan muslim terhadap laki-laki yang akan menjadi suaminya. Tujuannya agar keinginan dan cita-citanya untuk membangun rumah tangga yang dipenuhi suasana sakinah dan penuh kasih sayang dapat tercapai. Mencapai rumah tangga semacam itu tidak dapat dilakukan sepihak oleh istri. Ia harus diperjuangkan bersama-sama suami. Untuk itulah, perempuan muslim harus memperoleh suami yang benar-benar berperilaku dan bersifat adil. Insya Allah, dengan suami semcam ini ia akan terhindar dari kerugian dan penderitaan kelak dan mudah-mudahan kehidupan rumah tangganya benar-benar berjalan di garis yang diridlai oleh Allah.***
  12. Berperilaku Halus
    Disebutkan dalam Hadits-Hadits berikut:

    Dari Abu Huraihah ra,ujarnya: Rasulullah saw bersabda: "Nasihatilah para wanita itu baik-baik, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk; dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yangteratas. Jika engkau berlaku keras dalam meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Akan tetapi, jika engakau biarkan dia, tentu akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berikanlah nasihat baik-baik kepada para wanita."
    (H.R. Bukhari dan Muslim)

    Rasulullah saw bersabda:

    "Orang mu'mim yang paling baik imannya yaitu yang paling baik akhlaqnya; dan orang yang paling baik di antara kamu yaitu orang yang sangat baik kepada istrinya."
    (H.R. Bukhari)

    Penjelasan:

    Perilaku halus dan mulia ialah perilaku yang tidak menyakitkan hati orang lain. Perilaku ini bisa tercermin pada ucapan dan perbuatan. Kalau ada seseorang yangberbicara dengan kata-kata yang halus tetapi isinya menyakitkan hati yang mendengarkan, orang semacam itu berperilaku kasar kepada orang lain.

    Adapun perilaku kasar adalah perilaku yang menyakitkan orang lain, baik secara fisik maupun secara mental. Memukul, misalnya, secara fisik menimbulkan rasa sakit pada yang dipukul. Membentak atau memarahi secara semena-mena juga akan menimbulkan rasa sakit pada perasaan yang dimarahi. Perlakuan kasar semacam ini sudah tentu tidak disukai oleh siapa saja, sekalipun oleh orang uang berbuat keliru atau salah, karena setiap orang pada dasarnya menghendki sikap ramah atau halus walaupun berbuat salah.

    Hadits pertama memerintahkan kepada para suami untuk tidak berbuat kasar dalam meluruskan kesalahan-kesalahan istrinya. Para suami hendaknya membetulkan kekeliruan istrinya dengan cara-cara yang halus dan baik.

    Hadits kedua memuji suami yang memperlakukan istrinya dengan baik dan mulia. Oleh karena itu, Rasulullah saw sendiri memberi contoh bagaimana beliau memperlakukan istri-istrinya dengan lembut dan ramah.

    Kehidupan rumah tangga tidak selalu berjalan dengan mulus. Hampir setiap saat muncul permasalahan yang bisa menimbulkan perselisihan , pertengkaran dan percekcokan antara suami istri. Bila suami orang yang berperilaku atau kejam, ia tidak akan segan-segan berbuat kasar dan kejam kepada istrinya. Sudh tentu perlakuan kasar semacam ini tidak diinginkan oleh setiap istri walau berbuat salah.

    Istri yang mendapatkan suami berperilaku kasar dan kejam akan selalu menjadi sasaran kekasaran dan kekejaman suaminya. Ia besar kemungkinan akan lebih banyak mengalamai penderitaan fisik dan mental daripada menikmati suasana bahagia dan sejahtera lahir bathin. Banyak kasus kita temukan di tengah masyarakat bahwa perilaku suami yang kasar dan kejam kepada istrinya dapat menyebabkan penderitaan fisik dan mental istri dan anak-anak selama-lamanya

    Untuk mencegah terjadinya tindakan kasar suami terhadap istri, perlulah para perempuan sejak dini benar-benar mengamati dan meneliti perilaku calon suaminya apakah dia termasuk orang yang suka berbuat kasar dan kejam ataukah orang yang berperilaku halus dan mulia. Cara yang dapat ditempuh antara lain:
    • Memperhatikan kebiasaan dirinya dan keluarganya apakah mereka suka berbuat kasar dan kejam atau tidak.
    • Menanyakan kepada teman-teman atau tetangga dekatnya apakah yang bersangkutan atau keluarganya sehari-hari berperilaku ramah dan halus atau kasar dan kejam kepada orang.
    • Menanyai para pembantu atau pelayan, jika punya, apakah mereka seringdiperlakukan kasar dan kejam atau diperlakukan halus dan terhormat.
    • Mengajukan sejumlah pertanyaan yang bersifat tes psikologis sehingga dapat diketahui apakah dia tipe orang yang kasar dan kejam atau halus dan mulia.
    Untuk mencegah agar para perempuan tidak terperangkap dalam rumah tangga yang dikuasai oleh suami dengan perilaku kasar dan kejam, setiap perempuan yang hendak menikah harus benar-benar memperhatikan sifat dan perilaku calon suaminya. Jika ternyata ia seorang yang yang berperilaku kasar dan kejam, hendaklah ia menjauhinya dan menunggu serta memohon kepada Allah untuk diberi ganti dengan lelaki lain yang memenuhi harapannya sebagai suami yang baik. Ia sebaiknya tidak tergesa-gesa menerima lamaran seorang laki-laki yang belum jelas perilakunya. Ia hendaklah mengadakan penyelidikan yang sungguh-sungguh supaya terjauh dari malapetaka fisik dan mental kelak sesudah berumah tangga.***
  13. Tidak Kikir
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    Dari 'Aisyah, ujarnya: Susungguhnya Hindun datang kepada Nabi saw, lalu berkata: "Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak mau memberikan belanja yang cukup untukku dan anakku sehingga terpaksa aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya." Beliau bersabda: "Ambillah sekedar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar!"
    (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa'i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

    Penjelasan :

    Sifat kikir adalah kebalikan dari sifat dermawan. Orang yang kikir enggan mengeluarkan uang atau hartanya untuk kepentingan apa pun. Sebaliknya, orang dermawan suka mengeluarkan harta atau uangnya untuk kepentingan yang bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain.

    Kikir menurut agama, yaitu tidak mau membelanjakan hartanya untuk kebaikan, seperti menolong orang miskin, membantu kerabatnya yang kekurangan, atau membantu kepentingan agama, seperti membangun madrasah atau masjid. Juga disebut kikir orang yang tidak mau mengeluarkan biaya atau uangnya untuk menjaga kesehatannya sehingga sakit-sakitan.

    Hadits di atas menceritakan kasus seorang suami kikir yang menyebabkan istrinya mengalami kekurangan belanja untuk kepentingan diri dan anak-anaknya. Ia terpaksa mengambil uang suami tanpa sepengetahuannya. Tindakannya menyebabkan dirinya merasa berdosa, lalu datang kepada Rasulullah saw mengadukan keadaan dirinya itu. Oleh Rasulullah saw dijawab bahwa tindakannya yang terpaksa mengambil uang suami tanpa sepengatahuannya untuk belanja diri dan anak-anaknya tidak berdosa selagi sekedar untuk memenuhikebutuhannya secara layak.

    Dalam kehidupan rumah tangga sudah pasti diperlukan belanja secara wajar agar kebutuhan fisik minimum keluarga terpenuhi dengan baik. Suami, sebagai kepala keluarga, bertanggung jawab atas kehidupan ustri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya. Apabila suami bertindak sebaliknya, tentu istrinya akan melakukan tindakan yang tidak terpuji, seperti mengambil uang dari saku suaminya tanpa sepengetahuannya untuk memenuhi kebutuhan belanja.

    Seorang suami harus mengetahui berapa besar kebutuhan belanja minimum keluarganya agar mereka hidup layak dan sehat. Ia tidak bisa secara sepihak menetapkan besarnya belanja sehari-hari tanpa mempedulikan harga-harga kebutuhan sehari-hari yang riil di pasar. Ia harus selalu dapat mengikuti perkembangan harga kebutuhan sehari-hari sehingga istri dan anak-anaknya tidak mengalami kekurangan.

    Para perempuan muslim sewajarnya mengetahui apakah calon suaminya bersifat dermawan atau bersifat kikir. Jika ternyata yangbersangkutan bersifat kikir, tentu sifatnya akan merugikan kehidupan istri dan anak-anaknya. Mereka akan selalu hidup dalam kekurangan seperti yang dialami Hindun, istri Abu Sufyan, yang tersebut dalam Hadits di atas. keadaan semacam ini sudah tentu tidak diinginkan oleh istri mana pun.

    Akan tetapi, seorang perempuan pemboros atau konsumtif tidak bisa begitu saja menilai kikir seorang laki-laki, sebab tolok ukur kikir menurut agama bukan ketidakmauannya memberi apa yang menjadi permintaanya, melainkan ketidakmauannya memberikan harta untuk hal yang bermanfaat, bukan yang sia-sia.

    Para istri menghendaki agar dirinya diberi belanja yang cukup oleh suaminya sehingga pemenuhan kebutuhan fisiknya terjamin dengan baik. Tanpa terjaminnya kebutuhan fisik makan dan minum yang memenuhi standar, kesehatan yang bersangkutan tentu tidak terjamin dengan baik. Bukankah seorang perempuan dituntut untuk sehat, baik fisik maupun mentalnya, agar dapat melayani suaminya dengan baik. Oleh karena itulah, ia perlu mencari suami yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan belanja dengan layak bagi istri dan anak-anaknya.

    Agar seorang perempuan kelak tidak terjerumus melakukan pengambilan uang atau harta suami tanpa sepengetahuan yang bersangkutan seperti yang terjadi pada kasus Hindun di atas, ada baiknya sebelum berumah tangga lebih dahulu menyelidiki calon suaminya apakah ia bersifat kikir atau dermawan. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh, antara lain:
    • Menanyakan sifat yang bersangkutan kepda teman atau tetangga atau kerabat dekatnya apakah dia bersifat kikir atau dermawan.
    • Menguji yang bersangkutan dengan beberapa kasus yangdapat digunakan untuk mengecek sifatnya, misalnya diminta untuk membantu memenuhi kebutuhan anak yatim atau orang jompo. Jika ternyata dia menolak atau memberikannya tetapi tak layak, berarti yang bersangkutan adalah orang kikir.
    • Meneliti kebiasaan keluarganya apakah mereka orang yang kikir atau dermawan. Jika mereka termasuk keluarga dermawan, ada harapan bahwa anak-anaknya juga termasuk dermawan
    Para perempuan muslim perlu memperhatikan sifat laki-laki yang akan menjadi suaminya apakah ia kikir atau dermawan. Tujuannya supaya mereka kelak tidak menyesal dan tidak menghadapi kesulitan dalam manjalankan bahtera rumah tangga. Insya Allah, dengan suami yang dermawan hidupnya akan berkecukupan dan berada dalam kebahagiaan karena suami selalu memenuhi kebutuhannya dan memperhatikan kepentingannya. hal inilah yang selalu menjadi dambaan seorang istri dalam kehidupan berumah tangga sehingga dapat mengantarkan dirinya mencapai keluarga sakinah, penuh dengan kasih sayang dan ketentraman.***
  14. Tidak Lemah Syahwat
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    'Umar bin Khattab berkata tentang suami yang lemah syahwat: " Dia diberi tempo satu tahun. Jika dapat sembuh, (perkawinannya bisa diteruskan); dan jika tidak, mereka boleh diceraikan dan istrinya mendapatkan mahar dan harus ber'iddah."
    (H.R. Baihaqi)

    Penjelasan :
    Lemah syahwat ialah ketidakmampuan seorang laki-laki untuk memenuhi kebutuhan biologis istri. Memenuhi kebutuhan biologis hanyalah dibenarkan melalui perkawinan. Maksud hadits di atas ialah istri yang memiliki suami yang mengidap lemah syahwat berhak mengajukan perceraian jika penyakit suaminya tidak bisa disembuhkan.

    Seorang suami berkewajiban memenuhi kebutuhan biologis istrinya, karenanya dia harus kuat syahwat. Tanpa memiliki kekuatan syahwat, tuntutan biologis istri tidak akan dapat terpenuhi. Hal ini menjadi perhatian dalam syariat Islam karena dalam perkawinan ada keharusan untuk saling memenuhi tuntutan biologis merupakan salah satu faktor terciptanya suasana bahagia suami istri.

    Seorang perempuan muslim perlu memperhatikan sisi kemampuan syahwat calon suaminya supaya kelak dalam menempuh kehidupan rumah tangga tidak terjadi perselisihan dan pertengkaran. Bilamana suaminya lemah syahwat, hal ini tentu akan merugikan dirinya.

    Bagi seorang suami, karena adanya kesempatan untuk berpoligami, terjadinya kelemahan syahwat pada istrinya dapat dikompensasi dengan mengambil perempuan lain sebagai istri barunya. Akan tetapi, bagi seorang perempuan muslim, hal semacam ini tidak bisa dilakukan. Pilihan yang bisa diambil ialah menerima keadaan suami atau bercerai. Untuk itulah, perlu sekali adanya pemilihan selektif terhadap laki-laki yang hendak menjadi suaminya.

    Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkawinan, sebelum seorang perempuan muslim mengikat diri dengan seorang laki-laki muslim sebagai suami istri, ia perlu meneliti kemampuan syhwat calon suaminya. Agar dapat mengetahui seberapa jauh kesehatan dan kemampuan syahwat yang bersangkutan, dapat diadakan penyelidikan dengan cara-cara antara lain:
    • Menanyakan kepada yang bersangkutan tentang keadaan dirinya. Sudah tentu yang bersangkutan harus memberi jawaban dengan jujur atau mengambil sumpah dengan nama Allah. Jika ternyata ia berdusta, ia harus berani menanggung resiko atas kebohongannya kelak. Cara ini memang ini kurang efektif, namun sebagai muslim cara ini menumbuhkan tanggung jawab akhirat jauh lebih berat bagi yang bersangkutan. Jika dia berbohong, dosanya tidak hanya kepada perempuan yang menjadi istrinya, tetapi juga kepada Allah. Allah kelak akan menjatuhkan hukumannya di akhirat.
    • Meminta yang bersangkutan untuk melakukan tes kesehatan seksual, apakah ia termasuk orang yang lemah syahwat atau normal.

    Karena dalam perkawinan kebutuhan seksual atau biologis merupakan hal mutlak, baik bagi suami maupun istri, para perempuan muslim tidak boleh merasa malu untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan syahwat calon suaminya. Kalau hal ini tidak diketahui secara dini, kemungkinan kelak akan terjadi masalah pada diri yang bersangkutan, sehingga boleh jadi ia akan merasa tertipu dan mengalami trauma untuk bersuami. Supaya tidak terjadi akibat buruk semacam ini, perlulah para perempuan muslim sejak awal mengetahui kondisi seksual calon suaminya. Jika ternyata ia orang yang lemah syahwat, lebih baik ia menolak lamarannya suapaya tidak merugikan dirinya.

    Para perempuan muslim harus menyadari bahwa kebutuhan biologis bukan semata-mata untuk dirinya, melainkan juga untuk mendapatkan keturunan, sebab perkawinan disyari'atkan oleh Islam terutama bertujuan untuk menjadi sarana pengembangbiakan jenis manusia secara halal di muka bumi. Hal ini hanya bisa dilakukan bilamana suami dapat melakukan fungsi biologisnya kepada istrinya dengan baik. Oleh karena itu, pilihlah suami yang tidak lemah syahwat.***
  15. Senang Berketurunan dan Subur
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    "Kawinlah kalian, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian kepada umat-umat lain; dan janganlah kalian seperti pendeta-pendeta Nasrani."
    (H.R. Baihaqi)

    Penjelasan :
    Hadits di atas berisikan anjuran kepada para laki-laki supaya menjauhi hidup membujang dan menyukai hidup berumah tangga dengan banyak keturunan.

    Laki-laki yang sehat adalah laki-laki yang senang hidup beristri. Laki-laki yang membujang adalah laki-laki yang tidak memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian eksistensi manusia di permukaan bumi. Oleh karena itu, Rasulullah saw mengecam laki-laki yang menjalani hidup kependetaan. Mereka tidak mau beristri dan tidak mau pula menyalurkan tuntutan biologis secara halal sehingga membuat dorongan naluriah mereka menyimpang dari fitrahnya.

    Manusia mempunyai tanggung jawab untuk memperbanyak keturunan dengan melakukan perkawinan sesuai yang digariskan Allah. Dengan cara semacam ini asal-usul nasab seseorang akan menjadi jelas sehingga dapat terbentuk ikatan keluarga dalam kehidupan manusia di muka bumi ini.

    Setiap laki-laki di dunia ini dituntut untuk suka mempunyai keturunan, bukan hidup membujang seperti yang dilakukan oleh para pendeta Katholik. Pola kependetaan bertentangan dengan tuntutan untuk berketurunan dalam usaha menjaga eksistensi manusia di dunia ini. Kalau semua laki-laki menjalani hidup kependetaan, sudah tentu dalam tempo singkat manusia di dunia ini akan musnah dan kaum perempuan akan sulit mendapatkan suami untuk melanjutkan keturunannya.

    Untuk memenuhi fungsi pengembangbiakan manusia di muka bumi ini, kaum perempuan perlu memilih suami dari laki-laki yang benar-benar suka mempunyai keturunan. Laki-laki yang suka mempunyai keturunan memiliki rasa tanggung jawab bessar terhadap anak-anaknya. Tanpa keinginan kuat untuk berketurunan, laki-laki hanya akan memperlakukan perempuan sebagai obyek seksual dan kepuasan syahwat semata. Hal semacam ini tentu akan merugikan eksistensi manusia di muka bumi.

    Para perempuan juga bertanggung jawab kepada Allah untuk mendorong berlangsungnya usaha memperbanyak keturunan manusia agar jenis manusia tidak segera musnah di muka bumi ini. Untuk itulah dalam memilih laki-laki yang menjadi suaminya kaum perempuan hendaknya benar-benar mengetahui dan meyakini bahwa yang bersangkutan subur.

    Untuk mengetahui seberapa jauh keinginan seorang laki-laki yang akan menjadi suami mempunyai anak atau keturunan dan subur, dapat dilakukan upaya seperti berikut:
    • Menanyai yang bersangkutan apakah dia senang mempunyai anak atau tidak.
    • Dilakukan tes kesehatan untuk mengetahui apakah laki-laki yang bersangkutan memiliki benih subur untuk membuahi istrinya atau tidak

    Ringkasnya. karena fungsi berketurunan menjadi salah satu tugas manusia dalam kehidupan di dunia ini, setiap perempuan muslim hendaknya benar-benar mengutamakan calon suami yang menyukai banyak keturunan dan memiliki benih yang subur dalam membuahi rahim istrinya. Tujuannya agar dapat memenuhi seruan Rasulullah saw dan membantu membanggakan umatnya kepada umat-umat yang lain.
  16.  
Read More

20 Petunjuk Memilih Istri


Seperti apa istri yang shalih? Apa saja ciri-cirinya? Bagaimana mengetahuinya?

Artikel-artikel terurai menjawab semua pertanyaan tersebut berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits-Hadits Rasulullah SAW yang shahih. Insya Allah dengan memahaminya lelaki muslim dapat memilih istri yang shalih. Bagi wanita muslim, bisa menjadikan artikel artikel terurai sebagai pedoman untuk menjadi istri shalih.***

  1. Taat Beragama

    Rasulullah SAW bersabda :
    "Perempuan itu dikawini atas empat perkara, yaitu: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya agar dirimu selamat." (H.R. Bukhari dan Muslim)

    Penjelasan :

    Hadits tersebut memberikan gambaran mengenai kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan seorang lelaki dalam memilih seorang perempuan sebagai istrinya. Kriteria-kriteria tersebut adalah kecantikan, keturunan, kekayaan, dan agamanya. Orang yang mengutamakan kriteria agama, dijamin oleh Allah SWT akan memperoleh kebahagiaan dalam berkeluarga.

    Agama atau diin ialah keyakinan yang disertai peribadatam sesuai dengan ketentuan syari'at Islam. Bila keyakinan dan peribadatan yang dilakukan seseorang menyimpang dari ketentuan syari'at Islam, orang yang melakukannya telah sesat. Untuk mengetahui ketaatan seseorang beragama, kita harus berpedoman pada ketentuan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.

    Dalam memilih seorang perempuan untuk dijadikan istri, pertama kali hendaklah kita menilai ketaatannya dalam beragama seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam Hadits di atas. Tanda utama seseorang dikatakan taat beragama yaitu bila ia dapat menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan Islam dengan benar.

    Orang yang beriman kepada Allah hanya meyakini ketentuan-Nya. Ia tidak akan mempercayai ramalan ahli nujum dan peramal misalnya, sebab orang yang mempercayai ramalannya berarti tidak sepenuhnya beriman kepada Allah SWT. Perbuatan seperti itu disebut SYIRIK karena berlawanan dengan keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang tahu segala yang ghaib. Orang yang berbuat syirik telah sesat.

    Tanda lain seseorang dikatakan taat beragama adalah bila ia menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh Islam dengan tekun dan benar. Ibdah pokok dalam Islam dan tidak dapat ditinggalkan adalah shalat. Siapa pun yang telah memeluk Islam harus melaksanakannya. Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa shalat adalah hal yang pokok dalam Islam. Hal ini disebutkan dalam Hadits berikut: Dari Abu Hurairah Ra, ujarnya: Rasulullah SAW bersabda:

    "Perbuatan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik, dia akan beruntung dan selamat. Akan tetapi, bila shalatnya tidak benar, dia akan gagal dan merugi. Jika ada yang kurang sedikit dari kewajiban yang dilakukannya, kelak Tuhu yang Maha Gagah dan Maha Mulia akan berfirman: '(Wahai Malaikat), perhatikanlah apa hamba-Ku ini melakukan shalat sunnah sehingga dapat menyempurnakan kekurangannya dalam melakukan shalat wajib, kemudian semua amalnya akan dihisab dengan cara seperti ini.'" (H.R. Tirmidzi, Hadits hasan)

    Maksud Hadits ini ialah seseorang dinilai taat beragama bila ia menunaikan kewajiban shalat dengan benar. Seseorang yang mengaku muslim tetapi terkadang menjalankan shalat, terkadang tidak, berarti tidak taat beragama. Bila ia melakukan shalat tetapi tidak mengikuti tuntunan Rasulullah SAW, shalatnya tidak benar. Orang semacam ini termasuk orang yang tidak taat beragama.

    Seorang laki-laki yang hendak menilai ketaatan calon istrinya, haruslah lebih dulu mengerti ajaran Islam tentang keyakinan dan peribadatan secara benar sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Bila dia sendiri tidak tahu hal-hal yang menjadi ketetapan dan hal-hal yang bukan menjadi ketetapan Islam, tentu dia tidak akan bisa memilih calon istri yang taat beragama dengan benar menurut ketentuan syari'at Islam.

    Kita tidak seharusnya mudah terpesona dengan penampilan seorang perempuan. Perempuan berjilbab, misalnya, dalam pergaulan sehari-hari ia ternyata bercampur dengan laki-laki bukan mahram tanpa mengindahkan batas norma pergaulan yang digariskan oleh Islam. Kita bisa menyimpulkan bahwa wanita semacam ini jelas tidak taat beragama.

    Kita tidak semestinya menilai perempuan berdasarkan atas ukuran dan norma yang berlaku dalam masyarakat, karena norma yang berlaku di tengah masyarakat sering bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, kita harus benar-benar menggunakan kriteria yang digariskan oleh Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW sejak awal memilih calon istri.

    Bila langkah awal telah ditempuh dengan benar, kelak rumah tangga kita akan dapat berjalan dengan serasi, harmonis, dan dan penuh kemesraan, karena masing-masing mendasarkan langkah dan niatnya hanya karena Allah. Segala bentuk kesulitan dan goncangan dalam mengayuh bahtera rumah tangga akan dihadapi dengan penuh ketenangan dan pikiran jernih, karena kedua belah pihak selalu pasrah dan berlindung pada kehendak dan kekuasaan-Nya. Sikap semacam ini akan sangat membantu suamu istri dalam membina rumah tangga sesuai dengan keridlaan Allah SWT.

    Sebaliknya, istri tidak taat beragama, yaitu istri yang mengabaikan ajaran agama, akan menyebabkan suami sulit membimbingnya dan sulit menciptakan suasana rumah tangga yang islami. Bila suami dan istri sudah berlainan langkah dalam menilai perbuatan halal dan haram atau baik dan buruk, hal ini bisa menimbulkan pertengkaran dan perpecahan dalam berumah tangga. Rumah tangga semacam ini sulit menjadi harmonis, tentram dan tenang.

    Selain memberi dampak buruk bagi suami, istri yang tidak taat beragama akan memberi dampak buruk pada pendidikan anak kelak. Ia tidak akan mendorong anaknya untuk taat shalat dan rajin mengaji, tidak membiasakan salam ketika keluar masuk rumah, tidak tahu membedakan najis dan suci, dan lain-lain. Anak-anak yang tidak mengenal aturan agama semacam ini kelak setelah besar mungkin sekali mudah terpengaruh oleh pergaulan yang buruk sehingga menjadi orang yang rusak akhlaqnya dan mengabaikan agama. Oleh karena itu, besar sekali bahaya istri yang tidak taat beragama untuk menjadi ibu bagi anak-anak kita.

    Agar kita dapat membentuk rumah tangga yang diridlai oleh Allah dan memperoleh kebahagiaan sepanjang hayat sebelum mengambil seorang perempuan menjadi istri kita perlu mengetahui ketaatannya dalam beragama. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain:
    1. Mengamati caranya berpakaian, berias dan bergaul apakah sesuai dengan ketentuan Islam atau tidak. Misalnya, mengamati apakah ia memakai muslimah atau tidak, bersolek atau tidak, berkhalwat (berduaan) dengan laki-laki bukan mahram atau tidak.
    2. Menanyakan kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya, seperti kerabat dekat, tetangga dekat, atau teman-teman dekat tentang ketaatannya menjalankan shalat 5 waktu, ketaatannya menjalankan puasa Ramadhan, sikapnya kepada tetangga atau para kerabatnya, sikapnya kepada orang yang lebih tua, dan lain-lain.
    3. Datang sendiri kepada keluarga perempuan untuk melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung. Dalam pertemuan ini, perempuan yang diinginkan harus disertai dengan anggota laki-laki keluarganya, sehingga tidak terjadi khalwat (berduaan). Pada saat inilah kita bisa meneliti berbagai hal yang ingin diketahui dari perempuan tersebut agar kita memperoleh gambaran yang jelas.


    Cara-cara semacam inilah yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyediliki calon istrinya. Kita tak boleh melakukan cara-cara di luar Islam, seperti berpacaran atau berkenalan di tengah jalan. Cara semacam ini sama sekali tidak dibenarkan.

    Ringkasnya, Laki-laki yang ingin membangun rumah tangga bahagia dan penuh kesejateraan di dunia dan di akhirat hendaklah memilih perempuan yang taat beragama untuk dijadikan istri. Insya Allah hidupnya akan bahagia.***
  2. Dari Lingkungan yang Baik

    Disebutkan dalam Hadits berikut bahwa: Rasulullah SAW bersabda:
    "Jauhilah olehmu khadraauddiman!" Rasulullah ditanya: "Wahai Rasulullah, apakah khadraauddiman itu?" Sabdanya: "Wanita cantik di lingkungan yang buruk." (H.R. Daraquthni, Hadits lemah)

    Penjelasan:
    Hadits tersbut derajatnya lemah karena ada rawi bernama Al-Waqidi yang dinilai sebagai rawi yang sangat lemah oleh ahli hadits.

    Hadits tersebut memperingatkan kepada laki-laki muslim bahwa perempuan yang tinggal di lingkungan yang tidak baik hendaknya dijauhi. Perempuan semacam itu kemungkinan besar akhlaqnya terpengaruh lingkungannya yang tidak islami. Hal ini sering dibuktikan oleh pengalaman dalam kehidupan di tengah masyarakat selama ini. Wanita sering lebih mudah tergoda oleh hal-hal yang sepintas menyenangkan dan tampak glamor, tanpa memikirkan akibat buruk yang akan terjadi. Wanita lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak baik.

    Lingkungan yang tidak baik ialah lingkungan yang dipenuhi kebiasaan, tradisi, dan perilaku yang bertentangan dengan syari'at Islam. Lingkungan masyarakat yang mempunyai tradisi berjudi, membuka praktek pelacuran, gemar minum minuman keras, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya merupakan contoh lingkungan yang tidak baik.

    Lingkungan semacam ini jelas merugikan pembinaan akhlaq dan keagamaan masyarakatnya, baik perempuan maupun laki-laki. Lingkungan yang dipenuhi dengan praktek pelacuran tentu amat membahayakan pembinaan akhlaq waarga perempuannya. Biasanya warga laki-lakinya banyak yang lebih dulu terjerumus sehinga kaum perempuan terdorong untuk lebih berani terjum dalam kesesatan seperti itu. Hal ini disebabkan kaum laki-lakinya tidak bisa diandalkan sebagai pelindung kaum wanitanya.

    Memang tidak bisa dijadikan sebagai satu kepastian untuk menyimpulkan bahwa setiap perempuan yang tinggal di lingkungan yang buruk otomatis berakhlaq tidak baik. Beberapa contoh kita temukan dalam sejarah bahwa ada wanita yang tetap tegak dalam keyakinan tauhid walaupun berada di tengah-tengah lingkungan penuh dengan dosa dan kemusyrikan, Diantaranya adalah 'Aisyah, istri Fir'aun dan Masyithah, pelayan perempuan di istana Fir'aun. Kedua perempuan ini ternyata teguh dalam mengikuti ajaran Musa AS. Akan tetapi, perempuan-perempuan seperti mereka sulit kita dapatkan.

    Suami yang istrinya berasal dari lingkungan tidak baik mempunyai resiko amat besar karena akhlaq dan kebiasaan buruk yang telah mendarah daging dalam diri sulit diubah dalam waktu relatif singkat.

    Seorang perempuan yang biasa mengangap pergaulan bebas dan pelacuran sebagai hal yang lumrah dalam masyarakat, akan sulit menaati ketentuan agama yang melarang laki-laki dan perempuan bukan mahram bergaul bebas. Bila kelak dia menjadi istri dari suami yang lingkungan keluarganya taat beragama, akan terasa sulit dan berat baginya untuk mematuhi akhlaq agama. Ketika suaminya tidak di rumah, ia akan merasa tidak berdosa menerima teman lelakinya yang bebas berkunjung ke rumah. Bila suami menegur, ia akan menjawab dengan enteng bahwa hal itu telah lumarah. Ia sama sekali tidak mau mengindahkan syari'at Islam, bahkan menganggapnya sebagai belenggu yang menekan dirinya.

    Istri yang bersikap semacam ini jelas akan menimbulkan konflik dengan suaminya sehingga terjadi pertengakaran. Hal itu disebabkan istri enggan mematuhi syari'at Islam yang dipandangnya bertentangan dengan tradisi lingkungan yang tidak islami.

    Tak ada suami atau istri yang menghendaki rumah tangganya dipenuhi pertengkaran dan perselisihan setiap hari. Pertengaran dan perselisihan dalam rumah tangga mengakibatkan tekanan dan depresi bagi suami istri. Untuk mencegah hal ini, Islam memberikan tuntunan kepada kita agar dalam memilih calon istri hendaklah memperhatikan lingkungan tempat tinggalnya.

    Jadi, walaupun Hadits tersebut lemah, isi dan maksud Hadits di atas dapat dipergunakan sebagai pedoman umum sehingga kita lebih dapat berhati-hati dalam menilai akhlaq seorang perempuan. Kita dapat menjadikannya sebagai peringatan agar kita lebih mengutamakan calon istri yang tinggal di lingkungan yang baik.

    Untuk mengetahui kualitas lingkungan tempat tinggal calon istri, kita dapat mengamati hal-hal yang berhubungan dengan:
    1. Tempat tinggalnya, yaitu apakah yang bersangkutan tinggal di lingkungan yang islami atau tidak. Kalau lingkungannya biasa digunakan sebagai tempat berjudi atau bermabuk-mabukan atau menyabung ayam dan maksiat lainnya, kecil kemungkinan orang yang tinggal di tempat semacam ini taat beragama. Sebaliknya, apabila ia tinggal di lingkungan yang rajin mengadakan pengajian, masjidnya ramai dengan shalat jama'ah, warga yang perempuan berpakaian muslimah, tidak terjadi pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang bersangkutan taat beragama.
    2. Keluarganya, yaitu apakah keluargannya orang-orang yang taat menjalankan syari'at Islam atau tidak. Jika ia berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama, misalnyatidak taat shalat, tidak taat puasa, tidak peduli akan halal dan haram dalam mencari nafkah, anggota keluarga yang perempuan tidak berpakaian muslimah di luar rumah, atau tidak baik hubungannya dengan tetangga atau kerabat dekatnya, kita harus berhati-hati agar kita selamat dari kemungkinan-kemungkinan tidak baik saat membina rumah tangga kelak.
    3. Lingkungan pendidikannya, yaitu lingkungan di mana dia memperoleh pendidikan islami atau tidak. Ringkasnya, kaum laki-laki dalam memilih calon istri sebaiknya memperhat ikan aspek lingkungannya. Mereka sebaiknya lebih mengutamakan perempuan yang tinggal di lingkungan yang baik. Semakin baik lingkungan asalnya, akan semakin besar sumbangannya dalam mewujudkan pembinaan rumah tangga yang bahagia.
  3. Perawan
    Disebutkan dalam Hadits berikut bahwa: Rasulullah SAW bersabda kepada Jabir ketika beliau kembali dari perang Dzatur Riqa':

    "Wahai Jabir, apakah nanti kamu akan kawin?" Saya menjawab: "Ya, wahai Rasulullah." Sabdanya: "Dengan janda atau perawan?" Saya menjawab: "Janda." Sabdanya: "Mengapa bukan perawan, supaya kamu dapat bergurau dengannya dan ia pun dapat bergurau denganmu?" Saya menjawab: "Sesungguhnya bapakku telah wafat saat perang Uhud, sedangkan beliau meninggalkan tujuh anak perempuan kepada kami. Oleh karena itu, aku menikah dengan seorang janda perempuan yang 'mumpuni', ia dapat mengasuh mereka dan melakukan kewajiban terhadap mereka." Sabdanya: " Engkau benar, insya Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim)

    Penjelasan:

    Hadits tersebut memberikan dorongan kepada kaum laki-laki untuk memilih calon istri yang perawan, yaitu perempuan yang belum pernah bersetubuh atau belum pernah menikah. Perempuan-perempuan yang masih perawan belum pernah mengenal kemesraan dengan laki-laki sehingga hatinya masih polos dan bersih. Ia tidak memiliki kenangan masa lalu dengan laki-laki lain sehingga ketika ia bercengkerama dengan laki-laki yang baru menjadi suaminya, hati dan angan-angannya hanya tertuju kepada suami. Ia hanya merasakan sentuhan kemesraan dari laki-laki yang menjadi suaminya. Seluruh perhatian, cinta, serta kasih sayangnya dicurahkan kepada suami tanpa membandingkan dengan laki-laki lain. Keadaan semacam inilah yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam Hadits tersebut dengan sabdany : "Engkau bisa bergurau dengannya dan dia pun bisa bergurau mesra denganmu." Suasana semacam inilah yang dinyatakan Rasulullah kemungkinan besar hanya bisa tercipta dengan istri yang masih perawan.

    Laki-laki muslim sebaiknya berhati-hati terhadap perempuan yang pernah berpacaran atau gemar berganti pacar. Perempuan yang pernah berpacaran pernah mengenal kemesraan dengan laki-laki sehingga hatinya tidak polos dan tidak bersih lagi. Ia sudah tentu memiliki kenangan masa lalu dengan pacarnya sehingga ketika ia bercengkerama dengan suami, hati dan angan-angannya tidak sepenuhnya tertuju kepada suaminya. Ia akan membandingkan sentuhan kemesraan antara pacarnya dulu dengan suaminya. Selain itu, keperawanannya juga harus dipertanyakan karena tidak bisa dipastikan sejauh mana ia berhubungan dengan pacarnya.

    Untuk mengetahui keperawanan calon istri seorang laki-laki dapat melakukan cara-cara berikut ini:
    1. Menanyakan hal tersebut kepada yang bersangkutan ketika bermaksud melamar.
    2. Menanyakan hal tersebut kepada keluarga atau kerabat atau tetangga dekatnya yang dinilai jujur, adil dan objektif.
    3. Melakukan pemeriksaan medis bilamana ingin memperoleh keyakinan bahwa yang bersangkutan benar-benar perawan. Akan tetapi, cara semacam ini harus mendapat persetujuan dari perempuan yang bersangkutan, karena hal ini bisa dianggap merendahkan martabatnya.


    Hadits Rasulullah SAW tersebut merupakan anjuran kepada laki-laki muslim untuk memilih perempuan yang perawan sebagai istri, bukan larangan kepada laki-laki muslim untuk memperistri perempuan janda. Rasulullah mengingatkan bahwa dengan memperistri perempuan perawan kemungkinan besar akan lebih dapat menciptakan suasana kemesraan yang lebih mendalam dibandingkan dengan beristrikan perempuan janda.

    Oleh karena itu, laki-laki yang menginginkan suasana mesra dan perhatian sepenuh hati dari istrinya, hendaklah memilih perempuan yang masih perawan.
  4. Penyabar
    Allah berfirman dalam Q.S. At-Tahriim ayat 11:

    "Allah menjadikan istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika ia berkata: 'Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam syura; dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya; dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim'".


    Penjelasan:

    Sabar dalam bahasa Arab artinya lapang dada menerima kepahitan, kesulitan dan rintangan tanpa keluh kesah dan jengkel. Bila seseorang menggerutu menghadapi kesulitan, jengkel dan marah menghadapi rintangan. Dia dikatakan tidak sabar.

    Maksud ayat tersebut ialah bahwa seorang istri yang sabar menghadapi perilaku buruk suaminya sangat membantu mempertahankan keutuhan rumah tangga. Dalam kasus tersebut, istri Fira'aun sangat sabar menerima kekejaman Fir'aun terhadap dirinya. Ia tetap tabah menghadapi kekejaman suaminya dan hanya pasrah pada Allah.

    Istri penyabar seperti istri Fir'aun yang Allah gambarkan pada ayat tersebut tentu memberikan jasa sangat besar dalam memelihara keutuhan rumah tangga, kebahagiaan suami dan kegembiraan anak-anaknya. Ia tidak akan mudah menceritakan kesulitan dan berbagai permasalahan yang akan menyedihkan dan mecemaskan suaminya. Walaupun sebenarnya istri menyimpan kepahitan dalam hatinya, semua kesulitan dihadapinya dengan penuh ketabahan dan sikap pasrah kepada Allah. Hal itu menjadikan rumah tangganya selalu dipenuhi kegembiraan, keceriaan dan penuh tawa.

    Istri yang sabar tidak hanya memberikan semangat dan dorongan hidup kepada suaminya dalam menghadapi segala macam tantangan dan rintangan, ia juga dapat menjaga kehormatan suami di hadapan anak-anak dan orang lain. Istri yang sabar tidak akan manceritakan sikap buruk suami kepada anak-anaknya, karena ia tidak ingin melibatkan anak-anaknya dalam persoalan yang tengah dihadapinya. Sebaliknya, ia selalu memuji akhlaq suaminya di hadapan anak dan orang tuanya. Sikap semacam ini akan menciptakan hubungan mesra dalam rumah tangga karena anak-anak selalu menaruh hormat kepada bapaknya.

    Sebaliknya istri yang pemarah, suka membantah dan suka memaki suaminya akan menimbulkan konflik berkepanjangan dalam rumah tangganya. Bahkan konflik tersebut bisa melebar kepada anak-anak, orang tua dan mertuanya. Jika hal ini terjadi, pasti anak-anak dalam rumah tangga semacam ini akan mengalami stress dan kebingungan. Selain itu, tetangga pun akan merasa enggan berdekatan dengan rumah tangga yang dipenuhi konflik. Mereka mungkin saja turut merasakan ketegangan karena boleh jadi anak-anak yang berasal dari keluarga yang penuh konflik akan menimbulkan gangguan.

    Oleh karena itu, setiap laki-laki sangat perlu memperhatikan sifat calon istrinya, apakah dia bersifat penyabar atau pemarah, tabah menempuh kesulitan atau manja. Hal ini perlu diketahui sebab sifat-sifat buruk banyak berpengaruh dalam hidup berumah tangga. Bukankah tidak ada orang yang mau membangun rumah tangga dengan suasana penuh pertentangan, perselisihan dan permusuhan yang hanya akan menciptakan hidup penuh derita dan nestapa.

    Untuk mengetahui apakah calon istri penyabar atau tidak, dapat dilakukan penyelidikan dengan cara-cara antara lain:

    1. Menanyakan hal tersebut kepada teman atau tetangga dekatnya yang jujur dan adil bagaimana sikap yang bersangkutan dalam menghadapi kesulitan, rintangan dan kepahitan. Misalnya, dengan mengamati sikapnya apabila ada teman yang berbuat salah kepadanya, apakah dia cepat memarahi ataukah menerimanya dengan tenang. Apabila ternyata dia bersikap tenang tanpa menunjukkan sikap jengkel atau marah berarti ia orang yang sabar.
    2. Mengamati dan mengujinya dengan beberapa hal berikut:
      • reaksinya ketika disuruh menunggu;
      • reaksinya ketika ditegur karena melakukan kesalahan;
      • reaksinya ketika dihadapkan pada kesulitan;
      • sikapnya ketika menghadapi anak kecil, orang tua, orang sakit, orang lanjut usia, dan lain-lain.


    Setiap suami ingin istrinya mempunyai kesabaran jauh lebih besar daripada dirinya. Dia ingin menjadikan istrinya sebagai tempat menumpahkan segala keresahan hati dalam menghadapi problem kehidupan. Dia ingin agar istri dapat menenangkan suami dengan kesabaran dari segala keresahannya sehingga suami memperoleh kesegaran dan dorongan hidup lebih baik. Oleh karena itu, setiap laki-laki harus benar-benar mengutamakan calon istri yang penyabar. Insya Allah, segala tantangan dan kesulitan dalam rumah tangga akan teratasi dengan baik sehingga tercipta keluarga bahagia.
  5. Memikat Hati
    Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 3 :

    "Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, ..."


    Penjelasan :

    Ayat tersebut menyebutkan agar laki-laki memilih perempuan yang memikat atau menyenangkan hatinya sebagai istri. Kata-kata yang dipergunakan pada ayat di atas yaitu "thaaba". Kata ini berarti :
    1. Baik, seperti dalam kalimat: "Hadzaa syaiun thayyib." (Ini adalah urusan yang baik). Kata thayyib berasal dari thaaba.
    2. Hatinya baik, seperti pada kalimat: "Hiya imra'atun thaabat nafsuha". (Perempuan ini baik hatinya).
    3. Ya, sebagai kata jawab, seperti dalam kalimat: "Thayyib, ana hadhir". (Ya, saya datang).

    Dari ketiga arti di atas kita dapat mengetahui bahwa arti kata thaaba pada ayat tersebut adalah sifat baik hati, akhlaq dan kepribadian perempuan yang membuat calon suaminya merasa tertarik dan senang. Tanpa adanya faktor-faktor ini, rasa tertarik, senang dan terpikat tidak akan ada.

    Istri yang bisa membuat suaminya merasa senang dan tertarik akan semangat untuk bersama-sama membangun rumah tangga yang sakinah dan damai. Tanpa rasa senang dan terpikat sulit akan tercipta kemesraan dan keintiman dalam hidup berumah tangga. Oleh karena itu, laki-laki yang hendak memilih seorang perempuan sebagai calon istrinya harus bertanya kepada dirinya sendiri apakah hatinya benar-benar merasa senang dan terpikat kepada perempuan tersebut atau tidak. Ia harus jujur menghayati perasaannya sendiri dalam memperhatikan hal-ihwal perempuan yang diminati sebelum me lamarnya, apalagi menikahinya.

    Daya tarik yang utama dan bertahan lama, bahkan sampai akhir hayat adalah daya tarik akhlaq dan ketaatan perempuan yang bersangkutan kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun daya tarik lainnya adakalanya menyebabkan kebosanan atau kebencian di belakang hari. Kecntikan, misalnya, semakin lama akan memudar. Suami tidak menaruh cinta lagi kepada istrinya karena ia tidak cantik lagi, atau karena suatu musibah yang merusak kecantikan istri, suami tidak lagi tertatik, bahkan menjauhinya. Daya tarik lainnya adalah kekayaan. Seorang laki-laki memperistri seorang perempuan karena tertarik pada kekayaannya. Setelah menikah sekian tahun, harta kekayaan istri habis, sehingga suami kehilangan rasa tertarik terhadap istrinya. Oleh karena itu, yang akan menjamin suami tertarik dan terpesona kepada istrinya secara langgeng adalah daya tarik akhlaq dan ketaatan beragama seorang perempuan.

    Untuk memastikan apakah seorang laki-laki tertarik kepada calon istrinya atau tidak, dia hendaklah menguji kejujuran hatinya berulang kali dengan cara-cara antara lain:
    1. Membandingkannya dengan perempuan lain. Jika hatinya ternyata masih bimbang, berarti dia belum terpikat sepenuh hati kepada perempuan tersebut.
    2. Mengendapkan keinginannya lebih lama kepada perempuan tersebut sehingga dapat lebih diyakini ketertarikan dan kesenangan hatinya. Jika setelah beberapa lama ternyata ia masih tetap tertarik dan menyenanginya, berarti perempuan tersebut mendapatkan nilai yang tinggi di dalam hatinya.
    3. Mengamati daya tarik perempuan tersebut dengan seksama apakah daya tariknya merupakan sifat-sifat asli atau sekedar polesan. Dengan mengetahui keadaan sebenarnya, ketertarikan terhadap perempuan yang bersangkutan akan langgeng karena benar-benar timbul dari dalam hatinya. Sebaliknya, jika daya tarik perempuan itu hanya bersifat polesan, dia lebih baik mengundurkan diri, karena daya tarik yang sifatnya polesan tidak bertahan lama.


    Setiap laki-laki perlu memperhatikan aspek ini sebagai tolok ukur dalam menilai perempuan yang menjadi calon istrinya agar terhindar dari keadaan yang tidak diinginkan kemudian saat berumah tangga. Sering terjadi seorang laki-laki sangat kecewa dan menyesal karena istri yang dahulu dinilai memiliki sifat-sifat terpuji, terbukti memiliki sifat-sifat sebaliknya. Sifat yang dulu ditampilkan di hadapan calon suaminya ternyata hanya polesan. Akibatnya, wanita yang dipilih menjadi istrinya benar-benar dirasakan sebagai orang lain, bukan wanita yang didambakanya sebelumnya. Kejadian semacam ini hanya meninggalkan rasa perih, kecewa, dan marah yang terpendam.

    Berikut ini kami kemukakan beberapa contoh perempuan yang memiliki daya tarik polesan atau semu:
    1. Seorang perempuan yang terlihat cantik karena bersolek. Karena setelah menjadi istri ia tidak mampu membeli peralatan kecantikan, terlihatlah keadaan aslinya. Suami melihat bahwa istri yang disangka benar-benar cantik alami ternyata tidak cantik. Kecantikannya hanya polesan belaka. Untuk mempertahankan penampilannya suami harus mengeluarkan biaya banyak sehingga menguras pendapatanya. Hal semacam ini menimbulkan kejengkelan dan kemarahan sehingga ia membenci istrinya.
    2. <
    3. Seorang perempuan dari status sosial yang terhormat tetapi sikapnya merendahkan suaminya. Ia memandang suaminya yang harus menghormati dirinya, bukan dia yang harus menghormati suaminya. Pada awalnya suami tidak begitu merasa terhina oleh sikap istrinya, tetapi semakin lama suami merasakan bahwa dirinya tidak dihargai oleh istrinya sebagai kepala rumah tangga. Suami merasa kecewa dan jengkel kepada istrinya sehingga mereka semakin renggang. Suasana semacam ini mengakibatkan rumah tangga tidak lagi dipenuhi kecintaan dan kemesraan, yang ada hanyalah permusuhan yang tersembunyi.


    Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga Allah menegaskan dengan firman-Nya pada ayat di atas agar laki-laki memilih perempuan yang benar-benar disenanginya dan memiliki daya pikat yang sejati. Ia jangan mudah tertipu penglihatan sepintas terhadap kecantikan, kekayaan, dan status sosial yang lebih banyak dibangkitkan oleh selera rendah yang sifatnya sementara. Ia hendaklah benar-benar menguji hati nuraninya dengan cara-cara yang benar sehingga yakin bahwa perempuan yang hendak dijadikan istrinya benar-benar sesuai dengan hati nuraninya. Pengamatan jeli dan seksama dalam memilih calon istri yang sesuai dengan tuntutan Islam merupakan hal utama yang harus ia lakukan.
  6. Amanah
    Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 34:

    "...Oleh sebab itu, wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan harta suami) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh) memeliharanya..."


    Disebutkan dalam Hadits berikut: Rasulullah SAW bersabda:

    "Sebaik-baik istri yaitu yang meyenangkanmu ketika kamu lihat; taat kepadamu ketika kamu suruh; menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi".


    (H.R. Thabarani, dari 'Abdullah bin Salam)

    Penjelasan :


    Amanah yaitu tanggung jawab memenuhi kepercayaan orang kepadanya. Apa saja yang dipercayakan orang kepadanya dijaga dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pemberi kepercayaan.

    Ayat tersebut menjelaskan sifat istri yang baik, yaitu benar-benar bisa memelihara kehormatan dirinya pada saat suaminya tidak di rumah. Ia juga menjaga dengan amanah harta benda suaminya selama dia tidak di rumah.

    Hadits di atas menjelaskan bahwa setiap istri dituntut untuk amanah terhadap suaminya dalam mengelola harta suami yang dipercayakan kepadanya.

    Seorang istri harus memiliki sifat amanah karena ia diberi kepercayaan oleh suaminya mengenai segala macam urusan diri dan keluarganya, bahkan seluruh rahasia suaminya. Suami bukan hanya mempercayakan harta kekayaan kepadanya, melainkan juga mempercayakan kehormatan dan keamanan anak-anaknya. Hal ini menuntut adanya sifat amanah istri sehingga ia tidak akan melakukan kecurangan ketika suami tidak ada, atau menipu suaminya sehingga menjerumuskannya ke dalam malapetaka. Misalnya, karena kekurangan uang belanja ia menyebarkan hal tersebut kepada orang lain, atau menyampaikan aib suami kepada orang lain sekalipun tidak bermaksud jahat. Hal semacam ini sudah merupakan tindakan khianat istri kepada suami.

    Istri yang amanah tentu tidak akan mengabaikan tanggung jawabnya menjaga dan memelihara segala hal yang dipercayakan kepadanya. Ia akan memelihara suasana rumah tangga penuh rasa kasih sayang dan cinta.

    Sungguh sangat besar bahaya istri yang tidak amanah bagi keselamatan dan keamanan suami. Istri yang curang dalam menggunakan harta kekayaan suami akan memberatkan suami dalam mencari pemenuhan kebutuhan keluarga. Istri yang tidak dapat menyimpan cacat cela dan rahasia suami akan merusak kehormatan suaminya. Istri yang tidak dapat menjaga anak-anak suaminya dengan baik akan menyusahkan suami dalam membina kehidupan anak-anaknya menjadi orang yang shalih. Istri yang tidak amanah akan menimbulkan ketegangan dan perselisihan karena hal yang diamanahkan kepadanya tidak dijaga dengan baik.

    Oleh karena itu, setiap laki-laki yang ingin memperistri seorang perempuan harus benar-benar memperhatikan ada tidaknya sifat amanah pada calon istrinya. Jika ternyata ia seorang perempuan yang kurang baik amanahnya dan kecil harapan untuk diperbaiki, perempuan semacam ini sebaiknya tidak dijadikan istri.

    Untuk mengetahui apaah calon istri amanah atau tidak, dapat dilakukan upaya-upaya berikut:
    1. Menanyakan kepada kerabat atau tetangga atau teman dekatnya yang jujur dan berakhlaq baik apakah dia orang yang dapat dipercaya bila diberi kepercayaan mengurus dan menyimpan sesuatu atau tidak.
    2. Menyelidiki perilakunya apakah ia dapat dipercaya dalam melaksanakan kepercayaan orang kepadanya atau tidak. Misalnya dengan mengamati sikapnya bila dititipi uang apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Bisa juga dengan mengamati apakah ia selalu memenuhi janji dengan baik atau tidak bila berjanji.
    3. Menyelidiki perilaku keluarganya berkenaan dengan sifat amanah apakah keluarganya dapat dipercaya dalam menjaga harta titipan dan selalu memenuhi janji atau tidak. Dengan bercermin pada keadaan keluarganya besar kemungkinan yang bersangkutan juga menjadi perempuan yang amanah. Sebaliknya, jika keluarganya dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, kemungkinan anaknya begitu.

    Jadi, karena istri yang amanah sangat berperan penting dalam menciptakan kehidupan keluarga yang baik, laki-laki yang ingin membina rumah tangga harus selalu mengutamakan istri yang amanah. Dengan istri yang amanah insya Allah kehidupan keluarga tidak akan banyak beban sehingga tercipta keluarga yang sakinah.***
  7. Tidak Bersolek Bila Keluar Rumah
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    "Wanita-wanita yang gemar minta cerai dan wanita-wanita pesolek (di luar rumah) adalah wanita-wanita munafik". (H.R. Abu Nu'aim)

    Penjelasan :


    Maksud Hadits di atas ialah perempuan yang suka bersolek ketika keluar rumah adalah perempuan munafik. Orang munafik perkataannya tidak bisa dipercaya, janjinya tidak bisa dipegang dan kejujurannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perempuan yang suka bersolek ketika keluar rumah berarti memiliki sifat-sifat buruk.

    Sifat perempuan dalam menampilkan dirinya macam-macam. Ada perempuan yang suka bersolek, ia dapat memoles dirinya dengan baik sehingga terlihat cantik dan kekurangannya tertutupi. Tindakannya bertujuan untuk menawan hati orang lain, terutama lawan jenisnya. Perempuan semacam ini disebut munafik karena selalu berpura-pura dalam menampilkan dirinya dan menyembunyikan keadaan sesungguhnya.

    Selain itu,ada perempuan yang tampil apa adanya, ia tidak mau mengenakan macam alat kecantikan. Ia selalu menampakkan dirinya dengan polos, tetapi memperlihatkan budi pekerti yang baik dan akhlaq yang terpuji. Ia berpakaian sederhana apa adanya. Perempuan semacam ini lebih mengutamakan kecantikan dan keindahan batin daripada keindahan lahirnya.

    Di antara dua sifat perempuan tersebut, perempuan yang tampil apa adanya, polos, dan sederhana itulah yang berakhlaq baik. Perempuan semacam inilah yang seharusnya menjadi pilihan laki-laki beriman untuk dijadikan istri. Ia bisa diharapkan untuk bersama-sama membangun rumah tangga yang penuh kedamaian, keceriaan, kasih sayang dan kebahagiaan.

    Istri yang bersolek bila keluar rumah termasuk wanita munafik karena ia berusaha terlihat cantik di mata orang lain, bukan di hadapan suaminya. Ia akan membuat hati suami selalu dibayangi kebimbangan. Suami menjadi selalu khawatir jangan-jangan istrinya tidak dapat menjaga dirinya dari rayuan laki-laki lain atau bercengkerama dengan laki-laki lain ketika dia tidak di rumah. Ia juga bimbang bila memberi uang belanja karena mungkin sekali istrinya menghamburkannya di luar pengetahuan suami. Ia juga sulit mempercayai apa yang dibicarakan istrinya. Kebimbangan semacam ini tentu dapat mengganggu ketentraman dalam rumah tangga, bahkan bisa memicu pertengkaran.

    Istri pesolek menimbulkan beban psikologis bagi suami. Kegemarannya bersolek bila keluar rumah bisa mengundang selera laki-laki lain terhadap dirinya. Hal ini tentu akan menimbulkan salah paham dengan suaminya. Suami akan merasa curiga setiap saat sehingga timbul pertengkaran dalam rumah tangga.

    Selain beban psikologis, istri pesolek juga akan menimbulkan banyak problem bagi suaminya karena kegemarannya bersolek menyebabkan suami harus mengeluarkan banyak uang. Hal semacam ini tentu akan membebani suami, bila pendapatan suami hanya cukup untuk makan sehari-hari.

    Karena begitu besarnya kendala beristri perempuan pesolek, seorang lelaki hendaklah lebih dahulu meneliti dan mencermati calon istrinya. Jika ternyata dia seorang yang benar-benar gemar bersolek, bahkan biasa bersolek sejak kecil, hendaklah ia mempertimbangkan dengan seksama apakah ha itu akan menimbulkan malapetaka atau tidak bagi dirinya kelak. Jika kegemarannya besolek bukan kebiasaan sejak kecil, melainkan sekedar pengeruh teman dan ada harapan untuk diperbaiki, ia harus tetap mempertimbangkan pemilihannya, sebab boleh jadi pengaruh temannya akan menjadi kebiasaan. Ia harus benar-benar bersikap objektif dalam menilai kemampuannya mengayomi perempuan tersebut. Langkah terbaik adalah mendasarkan pilihannya sesuai dengan tuntunan syari'at Islam supaya kelak tidak menyesal.

    Untuk mengetahui apakah calon istri pesolek atau bukan, dengan mudah dapat dilihat dari penampilannya sehari-hari. Bila ia menampilkan diri secara polos dan sederhana walaupun sebenarnya dia berkecukupan, wanita semacam ini termasuk bukan pesolek. Akan tetapi, jika ia tampil dengan polos hanya karena keadaan ekonominya lemah, hal ini perlu dipertimbangkan dan diselidiki lebih jauh. Kita perlu meneliti lebih jauh penampilannya pada saat-saat tertentu, misalya pada saat menghadiri acara pesta perkawinan, wisuda dan lain-lain, apakah tetap tampil apa adanya atau bersolek di luar kebiasaannya.

    Ringkasnya, setiap laki-laki hendaklah memperhatikan masalah ini dengan seksama agar kelak tidak menyesal dalam membina rumah tangga dengan perempuan yang didambakannya. Hal ini perlu dilakukan jika ia menghendaki rumah tangga yang dipenuhi dengan keharmonisan, kemesraan dan kebahagiaan. Oleh karena itulah, ia hendaklah berhati-hati agar tidak memilih perempuan yang gemar bersolek bila keluar rumah
  8. Kufu' dalam Beragama

    Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits-Hadits berikut:

    "Wahai Bani Bayadhah, kawinkanlah (perempuan-perempuan kamu) dengan Abu Hind; dan kawinlah kamu dengan (perempuan-perempuan)nya."
    (H.R. Abu Dawud)

    "Orang-orang Arab satu dengan lainnya adalah kufu'. Bekas budak satu dengan lainnya adalah kufu' pula."
    (H.R. Bazar)

    "Sesungguhnya Allah memuliakan Kinanah di atas Bani Isma'il dan memuliakan Quraisy di atas Kinanah dan memuliakan Bani Hasyim di atas Quraisy dan memuliakan aku di atas Bani Hasyim...Jadi, akulah yang terbaik di atas yang terbaik."
    (H.R. Muslim)

    Penjelasan :


    Kata kufu' artinya sepadan atau setara. Dalam pengertian adat-istiadat, kufu' ialah kedudukan setara antara calon suami dengan calon istri, baik dalam urusan agama, keturunan, nasab, maupun kedudukan sosial dan ekonomi. Bila calon pasangan dalam hal-hal tersebut setara, maka mereka disebut kufu'.

    Hadits-hadits di atas memberikan penjelasan kufu' dalam pandangan syari'at Islam. Hadits pertama menjelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan Bani Bayadhah untuk mengawinkan anak-anak perempuannya dengan laki-laki dari keturunan Abu Hind. Klen Abu Hind ini dikenal sebagai pengrajin. Profesi pengrajin di lingkungan Arab dipandang rendah sehingga keturunan mereka dinilai tidak kufu' dengan keturunan Bani Bayadhah.

    Hadits kedua menjelaskan bahwa semua suku Arab kufu' sehingga tidak alasan bagi suatu suku tertentu merasa lebih tinggi daripada suku lain.

    Hadits ketiga menjelaskan bahwa suku yang paling mulia dilingkungan bangsa Arab adalah Quraisy, sedangkan klen yang paling mulia di lingkungan suku Quraisy adalah Bani Hasyim dan warga Bani Hasyim yang paling mulia adalah Nabi Muhammad SAW.

    Hadits ketiga ini tidak menunjukkan adanya pembenaran bahwa suku selain Quraisy tidak kufu' dengan suku Quraisy, atau klen selain Bani Hasyim tidak kufu' dengan klen Bani Hasyim, sehingga antara laki-laki dan perempuan yang berbeda suku atau klen tidak boleh menikah. Oleh karena itu, tidak ada pembenaran bagi mereka untuk menolak kawin dengan suku atau klen mana saja dengan alasan status sosialnya tidak kufu'.

    Bila perkawinan antar klen atau suku yang tidak kufu' dilarang, tentu saja tidak akan ada laki-laki yang dipandang kufu' menjadi suami putri-putri Rasulullah, sebab Rasulullah SAW adalah orang yang paling mulia di lingkungan klen Bani Hasyim. Kenyataannya, putri Rasulullah diperistri oleh laki-laki yang klen atau keluarganya lebih rendah . Ummu Kultsum contohnya, diperistri oleh 'Utsman bin 'Affan yang klennya lebih rendah daripada Bani Hasyim, dan Fathimah diperisteri oleh 'Ali yang keluarganya lebih rendah daripada keluarga Rasulullah SAW. Hal ini membuktikan bahwa anjuran agar mencari pasangan yang kufu' maksudnya bukanlah kufu' dalam pengertian nasab, kedudukan sosial ekonomi, suku atau keluarga, melainkan kufu' dalam beragama.

    Mengapa hanya agama yang menjadi tolok ukur kufu' untuk memilih istri? Karena agama merupakan bekal utama yang melandasi kemampuan dan tanggung jawab seorang perempuan untuk menjadi istri yang shalihah.

    Kufu' dalam beragama ini ialah kualitas akhlaq dan ketaatan beragama calon pasangan benar-benar setara. Apabila suami lebih baik, sedang istri kurang, keduanya dikatakan kurang kufu'. Sebaliknya, jika istri lebih baik, ia dikatakan tidak kufu' sebab suami dituntut memiliki kualitas lebih baik atau setidak-tidaknya setara.

    Islam menganjurkan memilih istri yang kufu' dalam beragama agar kelak tercipta suasana sakinah dan mawaddah dalam hidup berumah tangga. Bila antara suami istri terdapat perbedaan-perbedaan mencolok dalam bidang akhlaq dan ibadah, apalagi istri jauh lebih rendah daripada suami, hal ini semacam ini akan menghambat upaya menciptakan rumah tangga yang dipenuhi kemesraan, kebahagiaan, dan penuh tanggung jawab kepada Allah. Demikianlah, karena istri yang tidak kufu' memiliki pandangan yang berbeda dalam menilai baik buruk suatu masalah sehingga dalam rumah tangga muncul dua norma yang bisa berbeda. Hal ini sangat berbahaya bagi pembinaan akhlaq suami istri dan anak-anaknya. Bukanlah tujuan setiap orang membina rumah tangga adalah untuk memperoleh kebahagiaan sebesar-besarnya di dunia dan keselamatan di akhirat kelak? Kalau tujuan semacam ini tidak dapat diwujudkan, yang akan terjadi adalah perselisihan yang menyebabkan perderitaan.

    Untuk mengukur kufu' atau tidaknya calon istri, perlu diadakan pengamatan dan penelitian seksama. Ada beberapa cara yangbisa ditempuh, antara lain :
    • Menanyakan akhlaq dan ibadah perempuan tersebut kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya yang adil dan jujur dalam menilai orang.
    • Mengamati akhlaq dan ibadah keluarga perempuan yang bersangkutan. Bila keluarganya ahli ibadah dan baik akhlaqnya, kemungkinan besar akhlaq perempuan tersebut seperti keluarganya.
    Adapun kufu' dalam bidang lain, seperti tingkat pendidikan, sosial, ekonomi dan lain-lain bukan merupkan masalah pokok yang dapat menghalangi upaya penciptaan rumah tangga yang sakinah dan mawaddah. Masalah-masalah semacam itu dapat diatasi dengan cara melakukan peningkatan secara bertahap dari pihak yang bersangkutan.

    Istri yang pendidikannya jauh lebih rendah daripada suami, misalnya. Tetapi memiliki kecerdasan yang cukup untuk menambah ilmunya, baik secara otodidak maupun melalui kursus-kursus, dapat mengimbangi kedudukan suami. Begitu pula istri yang berasal dari kalangan ekonomi rendah tetapi memiliki pendidikan yang cukup, kedudukannya otomatis akan terangkat sehingga kedudukannya setara dengan suaminya. Begitu juga dalam hal kedudukan sosial dan lainnya, istri dapat mencapai kesetaraan selama suami mau menerima dan mengusahakan peningkatan kualitas dirinya.

    Akan tetapi, berbeda sekai bila calon istri akhlaqnya rendah dan perilakunya dalam beragama rusak. Perbaikan dan peningkatan dalam hal ini sangat berat sebab untuk mengubah akhlaq yang buruk menjadi baik bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan, bahkan dapat mempengaruhi yang baik menjadi rusak. Itulah sebabnya Rasulullah SAW, juga para ulama mengingatkan agar laki-laki yang hendak menikah benar-benar memperhatikan masalah kualitas agama calon istrinya.

    Jadi, walaupun masalah kufu' di luar aspek agama tidak menjadi tuntutan pokok, patut juga kita perhatikan hal tersebut dengan baik agar kita lebih mudah menciptakan keluarga yang bahagia, penuh ketenangan dan sejahtera. Kita sebaiknya berusaha untuk mendapatkan pasangan yang kufu' dalam seluruh aspek mencakup akhlaq, ibadah, pendidikan, kedudukan sosial, ekonomi, dan latar belakang kultur. Semakin banyak persamaan antara calon pasangan, akan semakin mudah kita membina kesatuan dalam keluarga. Inilah yang harus kita usahakan agar tujuan kita mewujudkan rumah tangga yang penuh keberkahan, kebahagiaan dan ketenangan tercapai.
  9. Tidak Materialis
    Dalam Hadits berikut disebutkan: Dari Ibnu 'Abbas ra, ujarnya: Rasulullah SAW bersabda:

    "Ada empat perkara, siapa mendapatkannya berarti kebaikan dunia dan akhirat, yaitu hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, bersabar ketika mendapatkan musibah, dan perempuan yang mau dikawini bukan bermaksud menjerumuskan (suaminya) ke dalam perbuatan maksiat dan bukan menginginkan hartanya."
    (H.R. Thabarani, Hadits Hasan)

    Disebutkan juga dalam Hadits berikut bahwa: Rasulullah SAW bersabda:

    "Sesungguhnya wanita yang membawa berkah yaitu bilamana ia mudah dilamar, murah maskawinnya, dan subur peranakannya."
    (H.R. Ibnu Hibban, Hakim, dan lain-lain, dari 'Aisyah).

    Penjelasan :


    Materialis adalah sifat lebih mengutamakan materi dan cenderung tidak mau mengeluarkan hartanya untuk kepentingan orang lain atau kepentingan kebajikan umum.

    Wanita materialis mengukur derajat dan martabat seorang laki-laki semata-mata dari sisi harta kekayaannya. Ia mau menjadi istri seseorang asalkan yang bersangkutan mampu memenuhi tuntutan-tuntutan materinya. Ia selalu medambakan kemewahan dan bertumpuknya harta kekayaan tanpa mempedulikan halal dan haramnya.

    Maksud Hadits pertama ialah perempuan yang baik dijadikan istri antara lain karena tidak bermaksud mengejar harta dan tidak pula menjerumuskan suaminya untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Misalnya mendorong suaminya untuk mencari harta sebanyak-banyaknya walaupun dengan cara haram atau hanya mengeruk harta kekayaan suami dan meninggalkannya bila suami jatuh miskin.

    Hadits kedua menerangkan bahwa salah satu ciri wanita yang tidak materialis. Perempuan semacam ini kelak akan membawa berkah bagi keluarganya karena mau menerima keadaan suami sehingga tidak menyulitkan suaminya dalam memenuhi kebutuhan keluarga kelak. Sikap semacam inilah yang dapat menciptakan suasana keluarga penuh dengan rasa riang dan bahagia.

    Dalam memilih calon istri kita diperintahkan agar mencari wanita yang ridha menerima mahar sedikit, walaupun laki-laki dianjurkan untuk memberikan mahar yang banyak kepada calon istrinya seperti yang disebutkan dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 4 : "Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) dengan maskawin yang menyenangkan ..."

    Untuk mengetahui apakah calon istri materialis atau tidak, dapat dilakukan cara-cara antara lain:
    • Menanyakan kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya tentang sikap-sikapnya dalam bidang materi. Misalnya, kita teliti apakah dia senang berteman dengan orang-orang kaya saja atau juga dengan orang-orang miskin. Kita amati sikapnya apakah mau meminjamkan sesuatu kepada orang yang miskin atau hanya mau meminjamkan sesuatu kepada yang kaya. Kita amati juga apakah dalam menilai keadaan seseorang ia hanya melihat sisi materinya atau ia lebih memperhatikan sisi akhlaq dan kepandaiannya.
    • Mengamati pola kehidupan keluarganya apakah mereka hanya bergaul dengan orang-orang kaya atau dengan semua kalangan.
    • Mengujinya dengan memberikan hadiah yang murah apakah apakah ia memberi komentar menyepelekan atau tidak.

    Dengan cara-cara ini diharapkan laki-laki yang akan mempersunting seorang perempuan dapat mengetahui dengan jelas apakah sifatnya materialis atau qana'ah (menerima apa adanya) dan menjauhi kemewahan.

    Laki-laki yang bertujuan mewujudkan keluarga islami dalam rumah tangganya, hendaklah benar-benar memilih calon istri yang tidak materialis. Hal ini dimaksudkan agar keluarganya dapat hidup berbahagia, sejahtera, penih ketentraman, kasih sayang sesuai dengan peraturan Islam.
  10. Senang Menyambung Ikatan Kerabat
    Dalam Hadits berikut disebutkan: Dari Maimunah ra, sesungguhnya ia telah memerdekakan salah seorang budak perempuannya tanpa lebih dahulu minta izin kepada Nabi SAW. Ketika tiba saat Nabi bergilir kepadanya, ia berkata:"Wahai Rasulullah, apakah Tuan tahu bahwa saya telah memerdekakan budak perempuanku?" Sabdanya: "Apakah engkau telah melakukannya?" Jawabnya: "Ya" Sabdanya: "Alangkah baiknya kalau budak perempuan itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu karena pahalanya akan lebih besar bagi dirimu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i)

    Penjelasan :


    Perempuan yang baik untuk dijadikan istri adalah perempuan yang suka menjalin ikatan silahturahmi dengan keluarga dan kerabat.

    Hadits di atas menceritakan bahwa ketika Maimunah memberitahu Rasulullah SAW, bahwa dirinya telah memerdekakan budak miliknya, beliau bersabda: "Alangkah baiknya kalau budak perempuan itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu." Ini berarti bahwa Rasulullah SAW lebih menekankan perlunya mempererat ikatan kekerabatan daripada sekedar membebaskan budak.

    Peranan seorang istri sangat besar dalam mempererat hubungan suaminya dengan keluarga dan kerabatnya. Bila seorang istri suka menjaga dan memelihara hubungan dengan kerabat-kerabatnya, baik dari pihaknya sendiri maupun dari puhak suaminya, jaringan hubungan kekeluargaan akan menjadi luas, sehingga memudahkan mereka untuk saling menerima dan memberi bantuan.

    Kebanyakan orang, terutama para istri, tidak suka bila dia harus membantu atau menanggung beban hidup orang lain. Mereka lebih mengutamakan kesejahteraan keluarganya daripada membantu kerabat atau keluarga besarnya. Umumnya, perempuan lebih mengutamakan diri dan anak-anaknya dan cenderung kurang peduli dengan keluarga besarnya. Mereka khawatir kalau terlalu banyak membantu keluarga besar, kepentingannya tidak terpenuhi. Hal inilah yang sering merintangi para istri untuk bersikap lebih dermawan kepada keluarga besarnya, apalagi kepada keluarga besar suaminya.

    Kita tak boleh merasa tidak memerlukan uluran tangan keluarga atau kerabat kita, karena sikap semacam ini hanya merugikan diri sendiri. Walaupun keluarga kita berkecukupan, kita harus ingat bahwa kekayaan tidak bisa dinikmati selamanya. Peristiwa-peristiwa mendadak yangbisa menghancurkan kekayaan dan kesejahteraan, tidak dapat kita duga datangnya. Hal semacam ini kemungkinan besar tidak dapat kita atasi sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu siapakah yang kita harapkan dapat memberikan bantuan jika bukan dari keluarga besar kita sendiri.

    Sebuah keluarga kaya misalnya, mereka merasa tidak memerlukan bantian lagi dari keluarga besarnya, lalu bersikap acuh dan merendahkan. Suatu ketika keluarga ini mengalami malapetaka, misalnya rumahnya terbakar habis sehingga tidak tersisa harta sedikitpun. Pada saat semacam ini, siapakah yang diharapkan untuk segera memberikan bantuan kepada dirinya jika hubungannya dengan keluarga besarnya tidak baik? Dia akan menderita dan putus asa karena tidak ada orang yang bisa diharapkan pertolongannya. Ia tidak bisa berharap kepada keluarga besarnya karena selama ini tidak mau peduli kepada mereka.

    Untuk mengetahui seberapa jauh minat dan hasrat calon ustri terhadap upaya pemeliharaan ikatan silahturahmi dengan keluarga, kita dapat menempuh cara-cara antara lain:
    • Menanyakan kepada kerabat dekatnya apakah yang bersangkutan kenal, akrab dan sering berkunjung atau tidak.
    • Menanyakan kepada teman-teman perempuannya atau tetangga sekitarnya apakah dia berhubungan baik dengan mereka atau tidak.
    Karena pentingnya keluarga besar dan kerabat bagi setiap keluarga, kita wajib memperhatikan calon istri kita seberapa jauh ia mempedulikan kerabat dan keluarga besarnya. Bila yang bersangkutan adalah orang yang selalu memelihara dan menyuburkan ikatan silahturahmi dengan keluarga dan kerabatnya, perempuan semacam ini baik dijadikan istri dan akan membawa berkah dalam membangun rumah tangga kelak. Sebaliknya, jika dia tidak peduli dengan ikatan kekeluargaan, kemungkinan besar perempuan semacam ini tidak akan memberikan berkah dalam keluarga suaminya. Oleh karena itu, carilah istri yang suka memelihara ikatan silaturahmi.
  11. Pandai Menyimpan Rahasia

    Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits berikut :

    "Sungguh wanita yang terbaik di antara wanita kamu ialah yang subur, besar cintanya, teguh memegang rahasia,..."
    (H.R. Thusy)

    Penjelasan:


    Hadits tersebut menerangkan ciri-ciri perempuan yang baik untuk dijadikan istri, salah satunya ialah pandai menyimpan rahasia.

    Rahasia adalah sesuatu yang tidak patut diketahui oleh orang lain. Apabila sesuatu yang diketahui oleh orang lain dapat menimbulkan kemarahan yang bersangkutan atau mengancam kepentingannya atau membuat malu, hal tersebut itu disebut rahasia.

    Rahasia ada bermacam-macam, antara lain rahasia rumah tangga, rahasia kantor, rahasia bisnis, rahasia partai, rahasia negara, dan lain-lainnya. Semua rahasia tidak patut dibocorkan kepada orang lain karena hal semacam itu akan merugikan orang yang bersangkutan.

    Kerugian yang diderita oleh orang lain tentu bergantung pada permasalahannya. Jika permasalahannya sangat peka karena menyangkut keamanan negara dan masyarakat, bahayanya pun akan sangat besar. Jika rahasia itu menyangkut pribadi seseorang, hal itu akan sangat merusak kredibilitasnya.

    Seorang laki-laki dalam memilih istri harus memperhatikan sifat-sifat yang bersangkutan apakah ia termasuk orang yang pandai menyimpan rahasia atau tidak. Hal ini perlu dilakukan, karena orang-orang yang tidak bisa menjaga lidahnya, tidak akan memperhatikan kerahasiaan suatu masalah yang dibicarakan. Apa saja yang diketahuinya dilontarkan kepada orang lain. Hal ini semacam ini tentu saja akan sangat merugikan kepentingan suami.

    Seorang perempuan yang pandai menyimpan rahasia suami atau keluarganya akan dapat menjaga kehormatan suami dan keluarganya dengan baik, apalagi bila rahasia tersebut menyangkut kepentingan umum. Sebaliknya, istri yang tidak pandai menjaga rahasia suami dan keluarganya, tentu akan membuat aib bagi suami dan keluarganya, bahka dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka. Seorang istri yang tidak pandai menjaga kehormatan dan kewibawaan keluarganya di hadapan orang lain atau di tengah masyarakat adalah orang yang kepribadiannya tidak sehat.

    Istri yang tidak pandai menyimpan rahasia suami bisa merugikan nama baik suaminya. Misalnya, istri seorang pejabat yang mengurus kepentingan pemeriksaan pajak yang tidak pandai menjaga rahasia tugas suaminya akan merugikan kredibiltas suami. Ketika suami melakukan pemeriksaan pajak atau seorang pengusaha dan ditemukan adanya pelanggaran pengusaha tersebut dalam perpajakan, sehingga yang bersangkutan akan dapat dikenakan sangsi pidana, istri membocorkan rahasia tersebut kepada pengusaha yang diperiksa suaminya.

    Istri yang tidak pandai menyimpan rahasia suami sangat membahayakan keselamatan suami dan keluarganya karena bisa saja rahasia penting suami dan keluarganya diketahui oleh orang lain, padahal tersiarnya rahasia tersebut dapat membahayakan keselamatan jiwa suami dan keluarganya. Misalnya, suaminya seorang petugas reserse yang tengah mengejar seseorang yang dianggap pengacau keamanan negara. Istri kemudian membocorkan hal ini kepada orang lain sehingga sampailah beritanya kepada yang bersangkutan. Sikap istri ini boleh jadi menyebabkan buron yang sedang dicari suaminya melarikan diri atau berusaha membunuh pengejarannya. Jika terjadi hall semacam ini, tentulah keamanan dan keselamatan suaminya dalam bahaya.

    Pada masa Muhammad Hatta menjadi wakil presiden RI tahun 1951, beliau dengan Safrudin Prawiranegara sebagai menteri keuangannya mengambil kebijaksanaan memotong nilai uang sampai 50%. Uang yang nilainya Rp. 5,- ke atas dipotong 50%. Kebijakan ini diputuskan oleh kabinet yang sidangnya dipimpin oleh wakil presiden Muhammad Hatta.

    Beberapa hari kemudian setelah sidang ini, pemerintah mengumumkan kebijakan tersebut. Pada saat keluar pengumuman tersebut, istri Bung Hatta berkata kepada beliau, mengapa dia tidak diberi tahu bahwa pemerintah merencanakan pemotongan uang sehingga nilainya tinggal 50%. Atas pernyataan istrinya, Bung Hatta tidak menanggapi. Menurut Bung Hatta, hal ini menyangkut rahasia negara dan menjadi kepentingan umum harus disimpan begitu rupa, sekalipun terhadap istrinya.

    Sikap Bung Hatta semacam ini patut menjadi pelajaran bagi kita betapa pentinya kehati-hatian seseorang dalam menjaga rahasia walaupun terhadap istrinya sendiri jika masalahnya menyangkut kepentingan negara atau masyarakat. Sudah tentu Bung Hatta tidak bermaksud tidak mempercayai istrinya. Beliau menilai bahwa persoalan yang dirahasiakannya jauh lebih penting dibandingkan dengan hubungan seorang suami dengan istrinya.

    Untuk mengetahui apakah calon istri pandai menyimpan rahasia atau tidak, perlulah diadakan penelitian terhadap yang bersangkutan. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain:
    1. Menanyakan hal tersebut kepada teman-teman perempuan dekatnya. Bila menurut teman-temannya ia ternyata tidak mampu menjaga rahasia dan sifatnya tidak bisa diperbaiki, sebaiknya ia tidak dipilih menjadi istri. Misalnya, dengan menanyakan apakah dia bisa memegang rahasia bila temannya bercerita kepadanya dengan pesan agar tidak disampaikan kepada siapa pun, atau apakah dia sering menceritakan aib seseorang kepada teman-temannya.
    2. Mengujinya dengan menceritakan sesuatu yang dianggap rahasia, kemudian diselidiki apakah dia menyebarkan kepada orang lain atau menyimpannya untuk dirinya sendiri.

    Setelah melakukan upaya untuk mengetahui kemampuan calon istri menyimpan rahasia dan terbukti calon istri seorang yang bisa menjaga rahasia, ia bisa dipercayai sebagai istri yang baik. Perlu kita ketahui bahwa orang yang kita percayai sebagai istri bukan hanya dipercaya sebagai teman untuk memenuhi kebutuhan biologis, melainkan juga dipercaya sebagai sahabat dalam segala urusan pribadi yang menyangkut semua aspek kehidupan suami. Bila istri dapat memenuhi persyaratan semacam ini, suami akan terbantu dalam mengemban tugas-tugas penting dalam kerjanya, apalagi tugas-tugas yang penuh rahasia. Insya Allah, ia akan mampu menjaga martabat dan kehormatan suaminya di hadapan orang lain dan di tengah masyarakat.

    Jadi, karena menyimpan rahasia merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh kebanyakan orang, laki-laki harus memperhatikan hal itu. Ia seharusnya memilih calon istri yang pandai menyimpan rahasia. Insya Allah, segala kekurangan dan aib rumah tangga tidak akan pernah diketahui orang lain, sekalipun mertua atau kerabat dekatnya.
  12. Subur
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    "Kawinlah dengan perempuan pecinta lagi bisa punya anak banyak (subur) agar aku dapat membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para nabi pada hari kiamat nanti."
    (H.R. Abu Dawud dan Nasa'i)

    Dari Ma'qil bin Yasar, ujarnya : Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ujarnya : "Wahai Rasulullah, saya telah mendapatkan seorang perempuan dari keturunan terhormat, kedudukan sosialnya tinggi, dan
    berharta, namun mandul. Bolehkah saya mengawininya?" Beliau melarangnya. Orang itu datang lagi kedua kalinya dan berkata kepada beliau seperti semula. Ia datang untuk ketiga kalinya, kemudian Rasulullah SAW bersabda
    kepadanya : "Kawinilah oleh kalian wanita yang rasa cintanya besar dan subur, karena kelak aku akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat lain." (H.R. Abu Dawud, Nasa'i dan Hakim)

    Penjelasan:


    Kesuburan seorang perempuan ditentukan dari kemampuannya melahirkan anak. Seorang perempuan yang tidak dapat melahirkan anak banyak dikatakan kurang subur. Ukuran banyak menurut bahasa Arab adalah jumlah lebih dari dua.

    Rasulullah SAW mengatakan bahwa perempuan yang subur telah memberikan darma bakti yang sangat besar kepada agama. Darma bakti yang diberikan bukan hanya untuk kepentingan duniawi, melainkan juga untuk kepentingan ukhrawi. Rasulullah menyatakan bahwa beliau di akhirat kelak akan mengumumkan perasaan bangganya di hadapan para nabi lain karena beliau mempunyai umat yang terbanyak di antara mereka.

    Untuk dapat memperoleh umat yang terbanyak inilah Rasulullah SAW sangat menganjurkan supaya kaum muslimin mempunyai anak banyak. Agar maksud ini tercapai, kaum laki-laki muslimin hendaklah mengutamakan perempuan-perempuan yang subur memiliki kelebihan dunia dan akhirat dibandingkan dengan perempuan yang tidak subur.

    Hadits tersebut dengan tegas memberikan petunjuk kepada para istri agar memiliki tekad kuat untuk melahirkan anak banyak. Hal ini perlu diperhatikan karena mereka akan memperoleh penghargaan yang tinggi di akhirat kelak. Mereka patut merasa bangga karena telah membantu Rasulullah SAW memperoleh kemuliaan yang tingggi di hadapan para nabi lainnya.

    Istri yang diminta melahirkan anak yang banyak oleh suaminya tidak seharusnya merasa terbebani selama hal tersebut tidak mengancam kesehatan dan keselamatan jiwanya. Mereka harus menyadari bahwa usahanya telah
    menyumbangkan amal shalih yang sangat berharga bagi kepentingan Islam. Dengan banyaknya jumlah umat Islam, insya Allah akan mudah bagi kaum muslimin menyiapkan sumber-sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menangani berbagai masalah di dunia ini.

    Memiliki istri yang subur dan mau melahirkan anak banyak akan memperoleh keuntungan duniadan akhirat. Keuntungan di dunia ialah martabat dan kemuliaannya dan istrinya terangkat oleh anak-anaknya bila mereka menjadi anak shalih. Akan tetapi, ia dan istrinya tidak akan mendapat kehinaan dan rasa malu bila mereka menjadi orang tidak baik.

    Keuntungan di akhirat yang didapatkan olehnya dan juga istrinya adalah pahala amal shalih anaknya bila mereka telah meninggal, bahkan kelak mereka dapat menyelamatkan suami dan istri tersebut dari siksa neraka, sedangakn dosa anak tidak menambah dosa suami istri yang telah meninggal.

    Adapun kerugian memiliki istri tidak subur ialah adanya kemungkinan besar untuk tidak mendapatkan anak. Suami istri yang tidak mempunyai anak tidak akan memperoleh keuntungan seperti yang didapat oleh mereka yang mempunyai anak.

    Untuk mengetahui kesuburan calon istri dapat ditempuh cara-cara antara lain:
    1. Memperhatikan keturunnya apakah nenek dan ibunya termasuk perempuan yang subur atau tidak.
    2. Melakukan tes kesehatan yang dewasa ini dengan mudah dapat menentukan subur atau tidaknya seorang perempuan.

    Dengan cara-cara sah semacam inilah, seorang laki-laki dapat mengetahui kesuburan calon istrinya.

    Kita harus mempunyai anak banyakuntuk memenuhi seruan Rasulullah SAW seperti yang telah disebutkan dalam Hadits. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kita miliki memberi nilai duniawi dan ukhrawi yang tinggi. Di dunia anak-anak yang shalih menjadi kebanggaan orang tua; di akhirat mereka dapat menyelamatkan orang tuanya dari ancaman siksa neraka. Selain itu, orang tua yang mempunyai anak yang banyak akan memperoleh penghargaan dan pahala yang besar karena telah memnuhi harapan Rasulullah.

    Ringkasnya, setiap laki-laki muslim harus memperhatikan subur tidaknya perempuan yang hendak dijadikan istri. Tujuannya adalah supaya perkawinannya kelak benar-benar membawa keberuntungan bersama di dunia dan di akhirat. Dengan memiliki istri yang subur ia bisa melakukan amal shalih yang membawa kebahagian dunia akhirat.
  13. Tabah Menderita

    Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits berikut :

    "Sungguh wanita yang terbaik di antara wanita kamu ialah yang subur, besar cintanya, teguh memegang rahasia, tabah menderita mengurus keluarganya,.."
    (H.R. Thusy)

    Penjelasan:


    Hadits di atas menerangkan bahwa salah satu sifat baik seorang perempuan ialah tabah menderita menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Segala bentuk derita yang dihadapinya tidak membuatnya putus asa sehingga lari ke jalan
    yang haram. Misalnya, karena kemelaratannya, ia menjadi pelacur atau mencuri. Sifat tabah menderita ialah kemampuan batin untuk tidak mengeluh dan putus asa menghadapi kesulitan-kesulitan hidup.

    Setiap orang sangat mungkin menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupan di dunia ini. Adakalanya seseorang tabah menghadapi penderitaan, namun adakalanya cepat berputus asa dan menjadi murung menghadapi kesulitan kecil sekalipun. Mental semcam ini tentu sangat merugikan yang bersangkutan karena orang yang mudah berputus asa atau murung mudah kehilangan semangat hidup dan lebih senang menghindari kesulitan walaupun dengan cara yang merugikan dirinya sendiri. Karena tidak sanggup menghadapi kesulitan ekonomi atau tidak bisa menyelesaikan ekonomi atau tidak bisa menyelesaikan pelajaran yang berat di sekolah misalnya, seseorang memakan obat penenang. Hal semacam ini tentu merugikan diri sendiri.

    Salah satu sifat perempuan yang kurang baik untuk dijadikan istri ialah tidak tabah menderita. Untuk itulah, Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada laki-laki mu'min agar tidak mudah tertarik kepada sembarang perempuan, yang akhirnya hanya akan menimbulkan penyesalan.

    Dalam kehidupan berumah tangga boleh dikatakan hampir selalu muncul kesulitan dan penderitaan. Keluarga yang kekurangan contohnya, tentu mengalami kesulitan ekonomi saat diterpa krisis moneter. Contoh lain, anak-anak berprilaku tidak baik tentu akan menimbulkan kejengkelan dan aib pada orang tua.

    Seorang suami yang istrinya tidak tabah menderita akan selalu dirongrong keluhan-keluhan walaupun hanya hal yang sepele. Suami tentu akan sangat terganggu dengan sikap istrinya. Sikap istri yang tidak dewasa menghadapi suatu masalah akan mengganggu ketenangan suami dan merusak konsentrasinya dalam menghadapi masalah yang lebih besar di luar rumahnya atau persoalan pekerjaannya. Hal ini dapat membuat prestasi kerja suami menurun atau suami jenuh tinggal di rumah. Hal-hal negatif semacam ini tentu dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Bila keluarga semacam ini kelak mempunyai anak, sikap istri yang tidak dewasa mungkin akan berpengaruh tidak baik pada anak-anak. Hal-hal semacam ini tentu akan merusak suasana kebahagiaan keluarga dan pertumbuhan mental anak secara sehat.

    Oleh karena itu, agar tercapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam membina keluarga setiap laki-laki yang akan memilih calon istri hendaknya menyelidiki sifat ini pada diri yang bersangkutan. Cara yang bisa dilakukan antara lain:
    1. Melihat pola kehidupan yang bersangkutan dalam menghadapi kesulitan sehari-hari. Misalnya, kita amati bagaimana sikapnya bila mengalami kekurangan makan apakah mereka mengatasinya dengan berpuasa atau mengambil hak orang lain.
    2. Menanyakan kepada keluarga dekat atau teman dekat atau tetangga dekatanya apakah yang bersangkutan orang yang gampang putus asa atau tahan uji. Misalnya, kita amati sikapnya ketika pembantu rumah tangga mengambil cuti apakah dia mau mengerjakan rumah sendiri atau tidak.

    Dengan cara-cara tersebut sifat perempuan yang ingin dijadikan istri dapat diketahui. Bila dia ternyata mudah putus asa dan tidak ada harapan untuk diperbaiki, sebaiknya perempuan semacam ini tidak dijadikan istri. Akan tetapi,bila sifatnya negatif itu ada harapan untuk diperbaiki, kita boleh menikahinya, lalu berusaha semaksimal mungkin menghilangkan sifat tersebut sehingga kelak bisa menjadi perempuan yang tahan menghadapi kesulitan.

    Ini perlu dilakukan, sebab adakalanya perempuan yang semula terlihat mudah sekali murung dan berputus asa menghadapi kesulitan, berubah sifat ketika sudah bersuami. Sifat negatifnya berubah karena suaminya sabar membimbing mentalnya sehingga ia menjadi istri yang tabah menderita. Oleh karena itu, perempuan yang sebelum menjadi istri terlihat pemurung dan mudah berputus asa, brlum tentu akan tetap bersifat seperti itu kalau sudah menjadi istri. Jadi, peran suami untuk mengubah sifat negatif istri sanagat besar. Usahanya mengubah sifat negatif akan menciprumah tangga bahagia dan penuh ketentraman.

    Ringkasnya, seorang laki-laki yang ingin memilih calon istri hendaklah mengutamakan perempuan yang tabah menderita. Perempuan semacam ini memiliki modal yang baik untuk menjadi istri. Ia dapat diharapkan mengantarkan suaminya ke alam kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagian dan ketentraman.
  14. Bukan Pencemburu Buta

    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    Dari Abu Hurairah, telah sampai kepadanya bahwa Nabi SAW bersabda: "Seorang wanita tidak boleh meminta suaminya menceraikan istrinya (yang lain) supaya berkecukupan tempat makannya (nafkahnya)."
    (H.R.Tirmidzi)

    Penjelasan:


    Sifat cemburu berarti sifat curiga kepada orang lain karena iri hati. Cemburu juga berarti tidak senang melihat orang lain memperoleh kebaikan atau keberuntungan. Seorang perempuan dikatakan pencemburu buta apabila ia selalu mudah mencurigai perempuan lain akan merusak hubungannya dengan suami atau calon suaminya.

    Hadits tersebut menerangkan adanya larangan bagi perempuan mempunyai sifat mementingkan kesenangannya sendiri dan berusaha dan berusaha menghilangkan kesenangan orang lain yang menjadi madunya. Sifat ini termasuk dalam pengertian sifat cemburu buta dan sudah tentu sangat tercela, baik dalam pandangan Islam maupun masyarakat.

    Seorang perempuan yang bersifat cemburu buta dapat menyulitkan langkah suaminya. Perempuan semacam ini selalu mencurigai setiap perempuan yang dekat dengan suaminya atau yang berurusan dengan suaminya sebagai orang yang akan merusak kebahagiaan dan merebut suami dari dirinya. Sikapnya akan membuat suami mengalami berbagai kesulitan ketika menghadapi perempuan lain yang berurusan dengan dirinya karena khawatir akan timbul konflik dengan istrinya. Akibatnya, langkah dan gerak suami selalu terhalangi sehingga kebebasannya untuk mengembangakan kemampuan usaha dan aktivitasnya terganggu.

    Karena sifat cemburu buta bisa membahayakan keselamatan dan aktivitas suami, seorang laki-laki yang hendak memilih seorang perempuan sebagai istri harus lebih dahulu mengamati dengan seksama sifat perempuan tersebut.
    Cara yang dapat ditempuh antara lain:
    1. Menanyakan perihal sifatnya kepada keluarga dekatnya. Misalnya, kita amati ketika ibunya mengajak adik atau kakaknya berbelanja apakah dia cemburu buta atau tidak.
    2. Menanyakan perihal sifatnya kepada tetangga dekatnya. Misalnya, kita amati bagaimana sikapnya ketika ibunya mengajak anak tetangga berbelanja apakah dia cemburu buta atau tidak.
    3. Meminta anggota keluarga kita yang perempuan untuk menyelidiki dengan seksama sifatnya.

    Bila ternyata perempuan yang kita maksudkan untuk dijadikan istri mempunyai sifat cemburu buta, sebaiknya kita mengurungkan niat kita. Akan tetapi, bilamana tingkat kecemburuannya masih dapat dierbaiki sehingga tidak sampai
    menekan orang lain, kita boleh melanjutkan keinginan kita untuk memperistrinya dan secara bertahap memperbaikinya hingga ia menjadi perempuan yang toleran.

    Para laki-laki yang ingin megambil seorang perempuan menjadi istri hendaklah mengutamakan perempuan yag tidak memiliki sifat cemburu buta. Tujuannya agar kelak tidak megalami percekcokan dan perseteruan dalam kehidupan berumah tangga dan dapat terwujud rumah tangga yang sainah dan penuh kasih sayang.
  15. Perangai dan Kata-katanya Menyenangkan
    Disebutkan dalam Hadits berikut:

    "Tiga hal keberuntungan yaitu: istri yang shalih; kalau engkau lihat, menyenangkanmu; dan kalau engkau pergi, engkau merasa percaya bahwa ia dapat menjaga dirinya dan hartamu; kuda penurut lagi cepatlarinya, yang dapat membawamu menyusul teman-temanmu; dan rumah besar yang banyak didatangi tamu. Tiga hal kesialan yaitu: istri yang kalau engkau lihat, menjengkelkanmu, ucapannya menyakiti kamu, dan kalau engkau pergi, engkau merasa tidak percaya bahwa ia dapat menjaga dirinya dan hartamu; kuda yang lemah; jika engkau pukul, bahkan menyusahkanmu; dan kalau engkau biarkan, malah tidak dapat membawamu menyusul teman-temanmu; serta rumah yang sempit lagi jarang didatangi tamu."
    (H.R. Ahmad. Hadits yang semakna dengan ini riwayat oleh Thabarani, Bazzar dan Hakim)

    Penjelasan:


    Maksud Hadits di atas ialah tiga macam hal yang menjadi penunjang kebahagiaan hidup di dunia yaitu istri yang shalihah, kendaraan yang bagus, dan rumah besar yang banyak dikunjungi tamu.

    Perangai menyenangkan merupakan sifat yang membuat orang lain simpati dan gampang bersahabat. Orang yang berperangai menyenangkan terlihat dari ekspresi wajah dan gerak-geriknya. Wajahnya selalu riang gembira menghadapi orang lain dan sikapnya ramah dalam menerima orang lain. Orang yang memiliki sifat dan sikap semacam ini akan membuat senang setiap orang yang berhadapan dengan dirinya.

    Seorang laki-laki yang ingin beristri tentulah mengharapkan perempuan yang diidolakannya itubenar-benar dapat menjadikan dirinya selalu berada dalam suasana ceria dan bahagia. Untuk mencapai hal ini, sebelum seorang
    laki-laki menjatuhkan pilihan kepada seorang perempuan untuk dijadikan sebagai istrinya, ia perlu meneliti apakah yang bersangkutan suka bertutur kata dan berperangai menyenangkan atau tidak. Hal ini perlu dilakukan sebab
    dalam kehidupan rumah tangga orang selalu mendambakan suasana senang bagaikan di dalam syurga walaupun tengah menghadapi krisis ekonomi atau ketiadaan harta. Suasana yang penuh ceria di dalam rumah tangga akan
    memberikan dorongan kuat kepada anggota keluarga menghadapi berbagai kesulitan dan krisis. Suasana semacam ini membuat anggota keluarganya bisa mengatasi berbagai tantangan hidup.

    Seorang istri yang selalu bertutur kata dan berperangai menyenangkan akan dapat menjadi obat mujarab bagi suami dan seluruh anggota keluarganya dalam membina ketabahan, keberanian dan keuletan menjalani kehidupan ini. Seorang istri yang menerima kedatangan suami dengan wajah ceria, tutur kata yang menyegarkan dan pelayanan yang menggembirakan misalnya, akan membangkitkan kembali semangat suaminya untuk menghadapi tantangan bisnisnya. Sebaliknya, bilamana istri menyambut kedatangan suami dengan sikap murung, tutur kata yang menyakitkan hati dan pelayanan yang buruk, mental suami akan semakin jatuh dan semangatnya untuk menghadapi kesulitan akan semakin hilang. Hal semacam ini sudah tentu akan merugikan seluruh anggota, karena orang yang menjadi tumpuan hidup keluarga sedang mengahadapi kesulitan berat.

    Untuk mengetahui apakah calon istri kita berperangai dan bertutur kata menyenangkan, kita dapat melakukan penelitian dan penyelidikan dengan cara antara lain:
    1. Mengutus anggota keluarga kita agar menemuinya dengan sikap kurang bersahabat. Jika ia tetap menghadapinya dengan wajah ceria dan sikap ramah tamah, perempuan tersebut termasuk orang yang berperangai baik. Akan tetapi, bilamana dia menghadapinya dengan sikap dan wajah tidak menyenangkan, berarti ia bukan perempuan yang berperangai baik.
    2. Menanyakan kepada tetangga dekatnya atau perempuan yang menjadi teman dekatnya apakah dia orang yang berperangai dan bertutur kata baik ataukah sebaliknya. Kita amati sikapnya dalam berbicara dengan tetangga atau teman-temannya apakah perangai dan tutur katanya baik atau tidak.

    Pengujian dan penelitian seperti di atas agar kelak kita bisa mendapatkan istri yang kita dambakan dapat membina rumah tangga yangmenjadi keinginan bersama. Kita sebaiknya mengetahui apakah perempuan yang hendak dijadikan istri yang berperangai baik dan berperilaku luhur serta bertutur kata menyenangkan ataukah sebaliknya. Dengan mendapatkan perempuan yang berperilaku baik dan luhur ini berarti kita telah mendapatkan modal sangat berharga dalam memasuki dunia rumah tangga. Insya Allah, istri semacam ini akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Ringkasnya, para lelaki yang hendak menginjakkan kakinya ke dunia rumah tangga hendaknya mengutamakan perempuan yang memiliki sifat terpuji di atas sebagai istrinya. Tujuannya agar kelak ia dapat menciptakan rumah tangga yang penih bahagia seperti yang menjadi idaman setiap orang.
  16. Mudah Dilamar
    Dalam Hadits berikut disebutkan bahwa:

    Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya wanita yang membawa berkah yaitu bila ia mudah dilamar, murah maskawinnya, subur peranakannya."
    (H.R.Ibnu Hibban, Hakim, dan lain-lain, dari 'Aisyah)

    Penjelasan:


    Hadits tersebut menerangkan ciri-ciri wanita yang membawa berkah, yaitu mudah dilamar, murah maskawinnya dan subur peranakannya.

    Mudah dilamar maksudnya menerima lamaran seorang laki-laki muslim yang taat ibadah dan baik akhlaqnya tanpa mempersoalkan kekayaan, status sosial, ketampanan dan pekerjaannya. Perempuan yang mudah dilamar juga tidak akan menunda waktu perkawinan. Yang terpenting baginya, laki-laki yang datang kepadanya benar-benar terbukti taat beragama. Perempuan yang ridla dilamar laki-laki seperti itu akan mendapatkan limpahan karunia dan rahmat dalam kehidupan rumah tangganya seperti yang dijanjikan Rasulullah SAW dalam Hadits di atas.

    Seorang laki-laki tidak akan terbebani berbagai persyaratan yang kemungkinan besar akan menghambat pernikahannya jika melamar perempuan yang mudah menerima lamarannya. Ia bisa segera melangsungkan akad nikah sehingga dapat menjauhkan dirinya dari godaan untuk melakukan perbuatan maksiat.

    Orang yang terhalang menyalurkan keinginan seksualnya secara sah bisa terjerumus ke dalam penyelewengan seksual, seperti berzina atau paling ringan melakukan onani. Hal semacam ini dapat dicegah bila yang bersangkutan menikah secepatnya. Oleh karena itu, memilih wanita yang mudah dilamar merupakan berkah bagi laki-laki yang melamarnya, juga bagi wanita yag dilamarnya. Berkahnya, kedua belah pihak akan memperoleh penyaluran dorongan seksualitas secara sehat dan halal sehingga tidak melakukan perbuatan yang melanggar agama.

    Wanita yang mengajukan berbagai persyaratan bila dilamar tidak akan membawa berkah dalam perkawinannya. Wanita semacam itu akan banyak menuntut suaminya agar memenuhi kesenangannya sehingga memberatkan beban rumah tangga.

    Ringkasnya, para pemuda khususnya dan kaun laki-laki umumnya hendaklah mencari wanita yang mudah dilamar untuk dijadikan istrinya.
  17. Besar Cintanya
    Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits berikut:

    "Sesungguhnya wanita yang terbaik di antara wanita kamu ialah yang subur, besar cintanya,..."
    (H.R. Thusy)

    Penjelasan:


    Hadits di atas menerangakan bahwa perempuan yang subur dan besar cintanya kepada laki-laki yang menjadi suaminya adalah wanita yang baik.

    Yang dimaksud dengan wanita yang besar cintanya adalah wanita yang sepenuh hati mencurahkan segenap kasih sayang, kerinduan dan kecintaannya kepada suami, Ia tidak mau membandingkan suaminya dengan laki-laki lain, baik dalam urusan ketampanan, kekayaan, kedudukan, pekerjaan, pengetahuan dan ketrampilannya. Ia benar-benar hanya mencintai suaminya dan menerima kelemahan dan kelebihan suaminya.

    Merupakan suatu rahmat besar bagi seorang laki-laki bila dia mendapatkan wanita yang sangat mencintainya tanpa terpengaruh oleh keadaan orang lain. Ia tidak akan pernah mengecewakan atau membuat suaminya marah karena ia selalu membanggakan suami dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada suami walaupun dalam keadaan kekurangan. Istri semacam ini akan bisa menciptakan suasana rumah tangga gembira dan penuh rasa bahagia.

    Untuk mengetahui apakah calon istri besar cintanya atau tidak, dapat dibuktikan ketika dipinang apakah dia segera menerimanya ataukah menunda menerima dengan alasan yang tidak jelas. Bila ternyata ia segera menerima dengan penuh kejujuran dan keikhlasan, bukan karena hendak menutup malu atau lain-lainnya, hal itu dapat dijadikan salah satu tanda besar cintanya kepada calon suaminya.

    Jadi, karena wanita yang dapat mencintai suaminya dengan cinta yang besar adalah ciri istri yang baik, hendaklah laki-laki memperhatikan petunjuk Rasulullah SAW dengan baik. Ia hendaknya berusaha memilih calon istri yang benar-benar mencintainya tanpa membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain. Tujuannya agar ia dapat menciptakan kehidupan rumah tangga yang sakinah dan penuh kebahagiaan bersama istrinya.
  18. Patuh dan Taat
    Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits berikut:

    "Sesungguhnya wanita yang terbaik di antara kamu ialah yang subur, besar cintanya, teguh memegang rahasia, tabah menderita, mengurus keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, membentengi dirinya dari laki-laki lain, mau mendengar ucapan suami dan menaati perintahnya, dan bila bersendirian dengan suaminya ia pasrahkan dirinya pada kehendak suaminya, serta tidak berlaku dingin kepada suaminya."
    (H.R. Thusy)

    Penjelasan:


    Hadits di atas menerangkan ciri-ciri istri yang baik, yang salah satunya ialah patuh pada ucapan suami dan taat dalam menjalankan perintahnya serta menjauhi larangannya.

    Yang dimaksud dengan patuh dan taat ialah kesungguhan mengikuti dengan ikhlas perintah yang diberikan kepadanya dan menjauhi larangan yang dikenakan kepadanya.

    Perempuan yang patuh dan taat sangat menjaga diri untuk tidak melanggar larangan agama dan larangan orang tuanya selama larangan itu sejalan dengan syari'at Islam. Ia juga beusaha melaksanakan perintah agama dan perintah orang tuanya yang tidak bertentangan dengan ketentuan agaama dengan penuh keikhlasan dan ketulusan sesuai dengan kemampuannya.

    Perempuan yang patuh dan taat pada agama dan orang tuanya kemungkinan besar akan patuh dan taat kepada suaminya kelak. Perempuan semacam ini akan dapat menciptakan ketentraman dan ketenangan suami dan rumah tangganya. Ia juga akan mendapat kepercayaan suaminya bila ditinggal pergi untuk mencari nafkah.

    Laki-laki yang ingin mengetahui apakah calon istrinya, orang yang patuh dan taat, dapat memperoleh informasi dari keluarganya, kerabat dekatnya, teman dekatnya, atau tetangga dekatnya.

    Kaum laki-laki, khususnya para pemuda, hendaklah memilih perempuan yang patuh dan taat agar cita-citanya membangun rumah tangga yang bahagia dapat terwujud segera dan berlangsung selama hayat.
  19. Hemat
    Dalam Hadits berikut disebutkan bahwa:

    Rasulullah SAW bersabda: "Wanita yang paling baik yaitu yang pandai mengendarai unta. Wanita Quraisy yang terbaik yaitu yang besar kasih sayangnya kepada anak kecil dan panda mengurus harta suaminya yang sedikit (miskin)."
    (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

    Penjelasan:


    Hadits di atas menerangkan ciri perempuan yang baik, yaitu pandai mengurus unta, sedangkan istri yang baik adalah istri yang hemat, yaitu pandai mengelola pendapatan suami yang sedikit sehingga kepentingan keluarga tercukupi.

    Hemat yaitu pandai mencukupkan yang sedikit sehingga keperluan hidupnya yang banyak sekalipun terpenuhi. Hemat sangat erat hubungannya dengan ketelitian dalam membelanjakan uang sehingga hanya membeli sesuatu yang diperlukan dan tidak membeli sesuatu yang mubazir dan sia-sia.

    Keperluan setiap orang hanya dapat ditentukan oleh yang bersangkutan. Keperluan yang digariskan oleh agama ada 3 macam:
    1. Dlaruri, atau keperluan pokok yang menyangkut hal-hal yang bisa mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum dan pengobatan.
    2. Haaji, keperluan sekunder, yaitu untuk menyempurnakan kualitas kehidupan seseorang sehingga kondisi hidupnya menjadi lebih baik. Misalnya, lauk daging dan vitamin untuk menjaga ketahanan tubuh.
    3. Tahsini, atau keperluan tersier, yaitu keperluan yang tidak harus dipenuhi karena tidak menghambat atau mengancam keselamatan diri. Mobil misalnya, untuk memudahkan seseorang bila hendak bepergian.

    Di antara ketiga keperluan tersebut, yang paling utama adalah dlaruri (keperluan pokok). Dalam memenuhi keperluan pokoknya seseorang harus bersikap hemat, apalagi memenuhi keperluan sekunder dan tersiernya. Dengan bersikap hemat seseorang tidak akan terjerumus ke dalam angan-angan dan khayal kenikmatan duniawi.

    Dalam kehidupan rumah tangga sifat hemat pada istri dapat mengelola harta suami. Suami yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya ingin agar istrinya dapat mengatur penghasilannya sehingga keperluan diri dan anak-anaknya tercukupi.

    Seorang perempuan yang memiliki sifat hemat tentu pandai mengendalikan pengeluaran belanja keluarga. Ia tidak akan mau membeli sesuatu yang tidak terjangkau oleh penghasilan suaminya sehingga ia tidak perlu berhutang
    untuk mencukupi keperluannya.

    Bilamana seorang istri ridla menerima uang belanja yang sedikit dan mampu mengelolanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga, keluarga semacam ini kemungkinan besar dapat menabung harta kekayaannya untuk
    keperluan-keperluan masa depan mereka. Mereka dapat merencanakan hal-hal yang lebih baik bagi masa depan diri dan anak-anaknya karena memiliki bekal yang cukup.

    Seorang istri yang hemat akan pandai dan cermat mengendalikan pengeluaran rumah tanggnya. Suaminya tidak akan terbebani dalam mencari nafkah karena tidak dikejar-kejar oleh tuntutan istri yang kekurangan belanja. Suami
    akan selalu menyerahkan uang belanja kepada istrinya dengan senang hati berapa pun jumlahnya. Ia benar-benar percaya istrinya dapat berhemat dalam membelanjakan uangnya, sehingga dapat mencukupkan penghasilannya untuk semua kebutuhan rumah tangga.

    Sebaliknya, istri yang boros akan merugikan suami dan anak-anaknya. Istri semacam itu akan menuntut suaminya memenuhi segala keinginannya sehingga suami selalu merasa tertekan. Keadaan semacam ini pasti menimbulkan
    konflik, bahkan anak-anak pun akan turut merasakan ketegangan. Akibatnya, anak-anak hidup dalam suasana penuh tekanan. Hal semacam ini tentu tidak dikehendaki siapapun, baik suami, istri maupun anak-anak.

    Istri pemboros lebih mementingkan berfoya-foya daripada menghemat harta kekayaan suaminya. Perilaku istri semacam ini bisa mendorong suaminya untuk mendapatkan harta dengan segala macam cara, halal atau haram. Hal semacam ini sudah tentu membahayakan dan merugikan suami.

    Untuk mengetahui apakah calon istri hemat atau boros dapat dilakukan penelitian melalui teman dekatnya, kerabat dekatnya, tetangga dekatnya, atau dengan mengamati kebiasaannya membelanjakan uang. Jiak ternyata ia sangat cermat dan berhati-hati dalam membelanjakan uang yang dipegangnya, besar harapan ia kelak akan menjadi istri yang hemat.

    Selain itu, dapat juga dilakukan dengan mengamati kebiasaan keluarganya apakah mereka biasa berlaku hemat atau sebaliknya. Akan tetapi, kebiasaan suatu keluarga tidak bisa dijadikan tolok ukur mutlak. Adakalanya suatu keluarga berlaku boros, namun ada di antara anak-anaknya yang hemat. Hal ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi di masyarakat kita.

    Setiap laki-laki mendambakan istri yang pandai membelanjakan uang suami dengan baik dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Ia tidak berhutang ke kanan dan ke kiri sehingga dapat menjaga kehormatan suami di mata orang lain dan meringankan beban suami dalam mencari nafkah. Oleh karena itu, setiap laki-laki sebaiknya memilih calon istri yang hemat dan pandai membelanjakan harta suami. Insya Allah, dengan memiliki istri yang hemat rumah tangga akan mencapai kebahagiaan, kasih sayang, kemesraan dan keceriaan.
  20. Besar Kasih Sayangnya kepada Anak Kecil
    Dalam Hadits berikut disebutkan bahwa: Rasulullah SAW bersabda:

    "Wanita yang paling baik yaitu yang pandai mengendarai unta. Wanita Quraisy yang terbaik yaitu yang besar kasih sayangnya kepada anak kecil dan pandai mengurus harta suaminya yang sedikit (miskin)."
    (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

    Penjelasan:


    Maksud Hadits di atas ialah perempuan yang pandai mengendarai unta adalah perempuan yang pandai mengurus keluarganya; dan perempuan yang paling baik adalah yang paling besar kasih sayangnya kepada anak-anak. Kasih sayang kepada anak kecil dapat ditunjukkan dengan perhatian besar kepada anak-anak, senang berkumpul dengan mereka, akrab bergurau dan bercanda dengan mereka, sabar menghadapi tingkah laku mereka dan gembira membimbing dan mengasuh mereka.

    Sifat semacam ini perlu ada pada calon istri dan calon ibu. Mereka kelak akan melahirkan anak-anak yang memerlukan kasih sayang dan cinta yang besar dari ibunya. Perempuan yang besar kasih sayangnya kepada anak-anak memudahkan pertumbuhan emosi anak-anak dan perkembangan kepribadiannya ke arah yang positif. Anak-anak semacam ini kemungkinan besar terbebas dari tekanan batin sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat mental dan emosinya. Seorang ayah yang memiliki anak-anak semacam ini akan mudah mendidik dan mengasuh mereka karena ibunya bisa membantu mendidik mereka dengan baik. Beban suami menjadi ringan karena istrinya mampu memikul tanggung jawab dengan baik dalam mengasuh anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.

    Laki-laki yang bermaksud menikahi seorang perempuan, hendaklah memperhatikan sifat ini pada diri calon istrinya. Jika ternyata calon istri memlilki sifat semacam ini, laki-laki tersebut sangat beruntung. Anak-anaknya kelak dapat dipastikan memperoleh asuhan, pemeliharaan, perlindungan dan bimbingan dari seseorang yang benar-benar bersedia berkorban demi anak-anaknya yang dicintainya. Ia tidak akan mengeluh saat mengasuh dan menghadapi kenakalan anak-anaknya. Ia menghadapi kenakalan anaknya dengan perasaan ringan dan penuh kesabaran, sehingga anak-anaknya berkembang dengan penuh kebebasan dan keceriaan di rumah dan di lingkungannya. Hal ini sangat membantu suami untuk mencurahkan pikiran dan tenaganya dalam memenuhi kebutuhan keluarga secara maksimal.

    Untuk mengetahui seberapa jauh calon istri mempunyai kasih sayang kepada anak-anak dapat dilakukan pengamatan dan penyelidikan melalui cara-cara sebagai berikut:
    1. Mengamati pergaulannya dengan anak-anak apakah ia sabar bergaul dengan anak-anak atau tidak.
    2. Menanyakan kepada teman-teman dekatnya atau kepada kerabat dekatnya, atau kepada tetangga dekatnya atau kepada adik-adiknya apakah ia memiliki sifat tersebut atau tidak.

    Karena anak-anak sangat membutuhkan ibu yang besar kasih sayangnya kepada mereka, setiap laki-laki yang hendak mengambil seorang perempuan sebagai istrinya hendaklah mengutamakan yang besar kasih sayangnya kepada anak kecil. Istri semacam ini besar harapan dapat mendampinginya untuk membina rumah tangga yang penuh dengan suasana gembira, ceria dan bahagia.
Read More
 
;