Banyak pelajaran berharga, justru datang dari hal-hal yang remeh. Ustadz Yusuf Manshur, Pimpinan Pengajian Wisata Hati justru belajar ilmu sedekah, yang kini menjadi spesialisasinya, dari roti dan semut. Dan, 'laboratorium' tempatnya berguru adalah lembaga pemasyarakatan.
Ustadz muda ini memang pernah dibui. Urusan bisnis menyeretnya pada kasus pidana hampir 8 tahun silam. Ia masuk bui tahun 1998 selama dua bulan.
Di balik jeruji penjara inilah, ia menyadari harta ternyata tidak mampu menyelamatkannya, bahkan untuk urusan dunia saja, ketika ia membutuhkannya, ia tidak punya. ''Banyak orang mencari-mencari, begitu mau menikmati nggak ada. Akhirnya saya sadar, bahwa fungsi sedekah yang paling utama kalau orang mengerti, menyelamatkan dia di dunia dan akhirat,'' ujar penggagas sinetron Maha Kasih yang berhasil mengantongi rating tertinggi ini.
Suatu hari di penjara, dalam kondisi lapar -- hari itu entah kenapa cadongan (jatah nasi) tidak datang -- ia teringat mempunyai sepotong roti. Namun saat hendak disantap, ia melihat semut berbaris di dinding selnya, mencari makan.
''Tuhan elu sama dengan Tuhan gue. Begini dah, kalau gue berdoa tidak bakal terkabul karena dosa gue banyak, tapi, kalau elu pada yang berdoa barangkali terkabul. Nih, elu makan roti, tapi doakan gue bisa makan nasi. Perut lapar, nih,'' ia menirukan lagi ucapannya saat itu.
Yusuf pun meletakkan roti dekat semut dan membelakangi. Begitu, ia tengok kembali ke arah semut, roti pun ternyata sudah ludes. Anehnya, ujar Yusuf, mestinya semut berjalan lurus tapi saat itu ia melihat keajaiban, semut menuju ke bawah seperti ingin mendatanginya. ''Rupanya ada sesuatu yang ingin Allah ajarkan kepada saya. Nggak sampai sepuluh menit saya mendapat nasi bungkus dari rumah makan Padang,'' ujarnya.
Dari kejadian itu ia menyimpulkan, sedekah ini sangat istimewa.'' Saya penasaran dan mencari hadis-hadis qudsi yang ajaib seperti,'' ujarnya. Ia juga mulai gemar mengamati keutamaan berbagi. Perlahan, sisi spiritualnya kembali terasah. Di penjara pula ia menjadi seorang hafidz (penghafal Alquran).
Yusuf mengaku banyak mengambil hikmah dari kejadian masa lalu. Ia tidak pernah menyesali diri karena masuk bui. ''Dulu memang sempat berpikir, 'Ngapain malah jadi saya yang dipenjara?', Tapi saya berpikir positif saja, pasti akan ada hikmah yang bisa dipetik,'' lanjut bekas qori cilik nasional ini.
Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Bulak Santri Tangerang ini mengaku mendalami Islam pertama kali saat menjadi 'santri sembunyi-sembunyi' di Pondok Pesantren Darunnajah, Jakarta Selatan. Maksudnya, ia tidak terdaftar sebagai santri, namun turut belajar di perantren itu.
Lepas dari madrasah tsanawiyah, ia masuk ke Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol Jakarta Barat. Tahun 1992 ia lulus sebagai siswa terbaik, dan melanjutkan ke IAIN, kini Universitas Islam Negeri Jakarta.
Keluar dari penjara tahun 1999, ia bertemu seorang ulama lokal bernama Ustadz Basyuni. ''Ada seorang haji, orang Sunda tapi punya rumah makan Padang di Terminal Kalideres. Mau nggak kamu mengajar di terminal itu setiap malam Rabu bersama dia?'' ia menirukan.
Yusuf menerima tawaran itu. Jamaah pengajiannya sebagian besar adalah orang-orang yang mencari makan di sekitar terminal itu. ''Ada preman, calo, bekas pembunuh, bahkan ada yang pernah memerkosa mertuanya. Namun hidayah Allah itu kan untuk siapa saja.''
Sebelum mengajar mengaji, ia berjualan es kacang hijau. Modalnya saat itu hanya Rp 15 ribu, pemberian seorang kerabatnya sesaat seteleh keluar dari penjara.
Hari pertama berjualan, dari 75 kantong plastik yang harganya Rp 500, cuma laku lima bungkus. ''Hari itu saya hanya mojok saja merenungi nasib,'' ujarnya.
Sisa dagangan yang 70 bungkus itu ia awetkan dengan bongkahan balok es seharga Rp 1.500 yang uangnya diperoleh dengan berhutang. Ia sempat menangis. ''Ya Allah, masak saya sampai ngutang Rp 1.500.''
Ia lalu teringat teori semut-roti di penjara. Paginya, ia membagikan lima bungkus es secara cuma-cuma kepada pengemis di terminal itu. Tak disangka, tanpa perlu naik-turun bus Jakarta-Merak untuk menawarkan, dagangannya laku keras.
''Ini pelajaran kedua bagi saya: sedekah itu harus di depan, jangan di belakang atau nunggu sisa,'' jelasnya. Menurut dia, kalau sedekah dilakukan di depan, maka sama artinya dengan mengundang kekuasaan Tuhan untuk turut andil.
Kini Yusuf Manshur lebih dikenal sebagai dai dengan konsep Pengajian Wisata Hati-nya. Jamaahnya tersebar di 11 provinsi dan di masjid-masjid perkantoran di Jakarta. Tiap akhir pekan, pesantrennya dipadati jamaah korporat untuk mengaji.
Konsep sedekah pula yang menyeretnya masuk dunia sinema elektronik (sinetron). Melalui Maha Kasih yang digarap Wisata Hati bersama SinemArt, ia menyerukan keutamaan sedekah melalui tayangan yang didasarkan pada kisah nyata. Sejumlah artis turut mendukungnya, antara lain Marsyanda, Dessy Ratnasary, Tora Sudiro, Ririn, Nabila Syaqieb, Didi Petet, Syarul Gunawan, dan Paramitha Rusyadi.
Menurut dia, sedekah adalah salah satu upaya untuk menyelematkan bangsa dari keterpurukan dan kebangkrutan. Ia mencanangkan slogan 'selamatkan Bangsa dengan sedekah' untuk membuka tahun 2006. ''Sedekah dapat mengubah maqam dari yang tadinya miskin menjadi kaya, kaya menjadi mulia, sakit menjadi sehat, dan sehat menjadi terjaga,'' tutur Yusuf Manshur optimis.