Seorang wanita berkisah :
"Suamiku meninggal dunia saat aku berumur tiga puluh tahun. Waktu itu, aku telah dikaruniai lima orang anak. Tak ayal, dunia pun terasa gelap gulita di mataku, dari hari ke kari aku hanya bisa menangis seraya meratapi nasibku hingga kering air mataku. Aku semakin putus asa dan hari-hariku terus diliputi oleh kesedihan, kegundahan, dan kecemasan. Apalagi, bila aku mengingat kelima anak-anakku yang masih kecil-kecil, sedang diriku sama sekali tidak memiliki pendapatan yang memadai untuk hidup mereka. Akhirnya, aku pun menjual sedikit demi sedikit harta peninggalan suamiku yang tak seberapa.
Syahdan, suatu hari aku menyendiri di kamar sambil mendengarkan siaran Al-Quran dan ceramah dari sebuah radio transistor. Lalu, terdengar olehku seorang syaikh menuturkan, "Barangsiapa memperbanyak istigfar, maka ALLAH akan mengusir segala kesedihan yang menghantuinya dan memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya".
Sejak mendengar ceramah itu, aku terus memperbanyak istigfar. Demikian juga dengan anak-anakku, aku perintahkan mereka untuk melakukan hal yang sama. Tidak disangka, enam bulan kemudian sebuah proyek besar membutuhkan sebagian tanah kami dan siapo memberi ganti rugi berjuta-juta.
Bersamaan dengan itu, ankku yang pertama berhasil menjadi pelajar tauladan di kota kami. Bahkan, ia sudah hafal al-Quran dengan sempurna dan sering mendapat undangan pengajian di masyarakatku. Singkat cerita, sejak itu rumah kami serasa dipenuhi dengan anugerah, hidup kami lebih nyaman dan sejahtera dan ALLAH menjadikan putera-puteriku sebagai orang-orang yang sukses dan sholeh. Demikianlah kesedihan, kecemasan, kerisauan, dan kegelisahan pun sirna dariku. Dan akhirnya, aku pun menjadi wanita paling bahagia". (Menjadi Wanita Paling Bahagia, 2007)